Murtadnya Muslim: dalam Sistem Demokrasi VS dalam Sistem Islam (Al-Khilaafah)

1002214_573049029397683_1279694311_n

Penulis: Irfan Abu Naveed

Penulis Buku-Buku dan Kajian Tsaqafah & Staff di sebuah Pesantren-Kulliyyatusy-Syarii’ah

Saat ini di bawah naungan sistem kufur Demokrasi, banyak kemungkaran yang dibiarkan bahkan disuburkan. Tumbuh suburnya aliran sesat (Ahmadiyyah yang tak kunjung dibubarkan oleh negara), praktik-praktik perdukunan dan tukang sihir (pemberian izin kepada para dukun), merajalelanya riba (praktik-praktik ribawi dan izin operasional perusahaan-perusahaan yang mempraktikkan ekonomi ribawi) dan perzinaan (lokalisasi pelacuran) adalah di antara bukti-bukti yang tak terbantahkan, termasuk murtadnya orang (diantaranya diberitakan artis) dari Islam bebas lepas saja dalam sistem kehidupan saat ini bahkan bisa tampil di muka umum dalam acara debat sebagai murtaddin. Menjegal arus ajaran syaithan?  (Link Artikel) . Dan ini di antara bukti murtaddin yang bebas menyebarkan ajaran sesatnya di alam Demokrasi saat ini:

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/05/01/murtadin-hirsi-ali-islam-agama-kebodohan/

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/10/tak-belajar-pengalaman-lama-murtadin-belanda-luncurkan-film-dialog-dengan-nabi/

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/05/09/penulis-somalia-menyerang-islam-dan-rasul/

Fenomena mengerikan ini sama percis seperti apa yang diungkapkan oleh Syaikh Abu Sayf Jalil al-‘Abidiy al-‘Iraqiy:

لقد غزت الأمة الإسلامية في أواخر القرن التاسع عشر وخاصة بعد سقوط الدولة العثمانية بعض المفاهيم الخاطئة والمعتقدات الباطلة الدخيلة على ديننا الحنيف والتي تضاد وتصادم العقيدة الإسلامية من كل وجه وجانب.

“Sungguh pada akhir abad ke-19, khususnya paska runtuhnya al-Daulah al-‘Utsmaniyyah, umat islam diserbu pemahaman-pemahaman sesat dan keyakinan-keyakinan batil yang menyusup ke dalam Din kita yang lurus, menyelisihi dan menyerang akidah islam dari segala arah dan sisi.” (Lihat: al-Dîmuqrâthiyyah wa Akhawâtuhâ, Abu Sayf Jalil ibn Ibrahim al-‘Abidiy al-‘Iraqiy).

Prinsip Kebebasan Demokrasi

Prinsip kebebasan, tidak terpisahkan dari Demokrasi, karena tegaknya Demokrasi sedikitnya menuntut empat prasyarat kebebasan (Meretas Jalan Demokrasi, Dadang Juliantara):

  • Kebebasan beragama (freedom of Religion)
  • Kebebasan berpendapat/ berpikir (freedom of speech)
  • Kebebasan kepemilikan (freedom of ownerships)
  • Kebebasan berekspresi/ berprilaku (freedom of personality)

Prinsip-prinsip kebebasan sebagai ajaran Demokrasi tersebut, banyak diungkapkan oleh para ulama yang secara tegas mengkritik prinsip-prinsip sesat Demokrasi (diantaranya ulama besar abad 19-20, al-’Allamah asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan Syaikh Prof. ‘Abdul Qadim Zallum –rahimahumullaah-) dan pengakuan pemikir barat sendiri. Menurut pemikir Barat, Morlino (2004), Demokrasi yang “baik” setidaknya harus memenuhi 3 kualitas, diantaranya kualitas isi/substansi: warga negara memiliki kebebasan dan kesetaraan.

Prinsip kebebasan dalam Demokrasi ini pun, jelas diungkapkan dalam buku Politics, Aristoteles (versi bahasa Inggris): “Equality and freedom have both been identified as important characteristics of democracy since ancient times.” (Politics, Aristotle. 1317b (Book 6, Part II). Perseus.tufts.edu. Retrieved 2010-08-22.) Artinya: “Kesetaraan dan kebebasan sudah diketahui sebagai dua karakteristik terpenting dari Demokrasi semenjak dahulu kala.”

Dalam artikel United Nation berjudul Democracy And Human Rights dituliskan: The values of freedom, respect for human rights and the principle of holding periodic and genuine elections by universal suffrage are essential elements of democracy.” (Tingkat kebebasan, respon terhadap hak asasi manusia, prinsip kepemimpinan periodik, dan pemilu yang bersih berdasarkan hak pilih universal merupakan elemen esensi dari Demokrasi).

Fokus: Kebebasan Beragama (Freedom of Religion)

Satu bukti kebobrokan prinsip kebebasan Demokrasi ini adalah pertentangannya dengan konsep Islam dan sistem politik Islam dalam menangani kemurtadan dan pemurtadan. Terbukti dalam realitas kehidupan –tak sedikit-, ketika seseorang bebas lepas murtad dari Islam tanpa bisa dikenai sanksi hukuman. Apa yang dilakukan pemerintah di negeri Demokrasi ini untuk menjaga akidah umat??

Opini kebebasan beragama secara faktual jelas membahayakan akidah umat Islam. Bagaimana tidak? Murtadnya seseorang dari agama Islam, dianggap sebagai sesuatu yang legal atas nama “Hak Asasi dan Kebebasan Beragama”. Dan bukan suatu bentuk kriminal. Tidak ada perangkat kekuasaan yang memaksanya bertaubat kembali kepada Islam, atau menegakkan atasnya sanksi had murtad bagi orang yang menolak bertaubat kembali kepada Islam. Apakah ada sanksi bagi para murtaddin? Yang ada kaum murtaddin di negeri ini bisa memproklamirkan kemurtadannya terang-terangan bahkan diantaranya bebas hadir sebagai pembicara dalam acara debat muallaf vs murtaddin.

Apakah ini tidak cukup membuktikan kebobrokan prinsip kebebasan beragama ajaran sesat Demokrasi?? Bagaimana konsep Islam dan solusinya menjaga akidah umat ini? Dan siapa yang berwenang menegakkan sanksi ini?

Solusi Islam

Maka jelas Demokrasi berbeda dengan Islam, salah satu buktinya tak samar bahwa Khilâfah sebagai metode syar’i untuk menerapkan syari’at islam kâffah, merupakan perisai (junnah) yang menjaga kaum muslimin dari berbagai kemungkaran. Orang yang murtad, sudah semestinya didakwahi, diluruskan kembali oleh utusan Negara agar kembali kepada Islam, jika 3 hari ia masih tetap dalam kemurtadannya maka sudah semestinya penguasa menegakkan apa yang disabdakan Rasûlullâh –shallallaahu ‘alayhi wa sallam-:

مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ

“Barangsiapa mengganti agamanya (murtad dari Islam), maka hukum matilah ia.” (HR. al-Bukhârî & Ahmad)

Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menjelaskan hadits ini:

فوضح أن المراد من بدل دين الإسلام بدين غيره لأن الدين في الحقيقة هو الإسلام قال الله تعالى (إن الدين عند الله الإسلام)

“Maka sudah jelas bahwa maksudnya adalah barangsiapa mengganti agama Islam dengan agama selainnya, karena ad-Diin hakikatnya adalah Islam. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.”.

Dalam kitab Matnul Ghaayah wa at-Taqriib, al-Qadhi Ahmad bin al-Husayn al-Ashfahani pun menjelaskan:

ومن ارتد عن الإسلام استتيب ثلاثا فإن تاب وإلا قتل ولم يغسل ولم يصل عليه ولم يدفن في مقابر المسلمين

“Dan barangsiapa murtad dari Islam, maka ia diminta bertaubat dengan jangka waktu selama tiga hari hingga ia bertaubat jika tidak maka ia wajib dihukum mati, tidak dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak dimakamkan di pemakaman kaum muslimin.”

Adanya ancaman sanksi had dalam hadits ini menjadi dalil atas kecaman dan larangan keras murtad dari Islam. Dalam tanya jawab yang diasuh oleh Syaikh Dr. Shalih al-Munajjid (http://islamqa.info/ar/20327) dituliskan:

والمقصود بدينه أي الإسلام

“Yang dimaksud bi diinihi yakni al-Islam.”

Syaikh Dr. Shalih al-Munajjid menjelaskan lebih rinci:

إذا ارتد مسلمٌ ، وكان مستوفياً لشروط الردة – بحيث كان عاقلاً بالغاً مختاراً –  أُهدر دمه ، ويقتله الإمام – حاكم المسلمين – أو نائبه – كالقاضي – ولا يُغسَّل ولا يُصلى عليه ولا يُدفن مع المسلمين

“Jika seorang muslim murtad, dan terpenuhi syarat-syarat kategori murtad, di sisi lain ia adalah orang yang berakal (bukan orang yang hilang akalnya (maaf-gila), sudah baligh, maka halal darahnya (jika setelah didakwahi tetap bersikeras dalam kemurtadan-pen.) dan Imam (penguasa kaum muslimin) wajib menghukum matinya, atau wakilnya -semisal hakim- dan ia tidak dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.”

Sebagaimana sikap Khalîfah Abu Bakar al-Shiddiq r.a. ketika ia memerangi orang-orang yang menghalalkan diri untuk melanggar kewajiban berzakat. Muhammad bin Yusuf al-Farabiy berkata: “Diceritakan dari Abu ‘Abdullah dari Qabishah berkata:

هُمْ الْمُرْتَدُّونَ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى عَهْدِ أَبِي بَكْرٍ فَقَاتَلَهُمْ أَبُو بَكْرٍ

“Murtaddûn disini adalah orang-orang yang murtad (keluar dari Islam karena menolak membayar zakat) pada zaman (Khalîfah) Abu Bakr, lalu Abu Bakr r.a. memerangi mereka.” (HR. Al-Bukhari)

Sikap benar Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. merupakan salah satu gambaran riil dari apa yang diungkapkan al-Hafizh al-Imam al-Nawawi yang menyatakan:

لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها

“Adalah suatu keharusan bagi umat adanya imam yang menegakkan agama dan yang menolong sunnah serta yang memberikan hak bagi orang yang didzalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya.” (Lihat: Rawdhatuth Thâlibîn wa Umdatul Muftin (II/433), Al-Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Al-Nawawi)

Qâdhi Abû Ya’la al-Farrâ’ mengungkapkan: “Imam diwajibkan untuk mengurus urusan umat ini, yakni sepuluh urusan: Pertama, menjaga agama berkenaan dengan ushûl yang disepakati umat terdahulu. Jika orang yang bersekongkol mempunyai kesalahan terhadapnya, dia (imam) bertanggungjawab untuk menerangkan hujjah dan menyampaikan kebenaran terhadapnya. Dia juga yang bertanggungjawab untuk melaksanakan hak dan sanksi, agar agama ini tetap terjaga dan terpelihara dari kesalahan. Dan umat ini akan tetap terhindar dari ketergelinciran.” (Lihat: Al-Ahkâm Al-Sulthâniyyah (hlm. 27)Imam al-Mawardi)

Sama halnya ketika terjalin dalam diskusi “أهمية مكانة السلطان في إزالة المنكرات” (pentingnya kedudukan penguasa dalam menghapuskan berbagai kemungkaran di tengah-tengah kaum muslimin). Syaikh Doktor Abu ‘Abdullah menjelaskan kepada penulis:

فالواجب على من يتولى أمور المسلمين أن يمنع ما يضر المسلمين في دينهم ودنياهم

“Maka wajib bagi siapa saja yang menguasai urusan kaum muslimin (penguasa) untuk mencegah hal-hal yang bisa membayakan agama dan dunia kaum muslimin.”

Dan menegakkan sanksi yang tegas bagi orang yang murtad dari Islam dan bersikeras dengan kemurtadannya adalah bagian dari mena’ati perintah Allah dan Rasul-Nya. Syaikh Dr. Shalih al-Munajjid menuliskan:

أن قتل المرتد حاصلٌ بأمر الله سبحانه حيث أمرنا بطاعة الرسول صلى الله عليه وسلم  فقال : { وأطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم } ، وقد أمرنا  رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم بقتل المرتد كما تقدم بقوله : ” من بدل دينه فاقتلوه ” .

“Bahwa sanksi hukuman mati bagi orang yang murtad merupakan perintah Allah dimana Allah memerintahkan kita untuk mena’ati Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- Allah berfirman (yang artinya): “Ta’atilah Allah, ta’atilah Rasul dan Ulil Amri di antara kalian”, dan Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- sungguh telah memerintahkan kita untuk menghukum mati orang yang murtad sebagaimana disampaikan sebelumnya berdasarkan hadits: “Barangsiapa mengganti agamanya (Islam) maka hukum matilah ia.

Kepada mereka yang murtad karena alasan dunia, sudah semestinya ia ingat bahwa diantara kenikmatan yang besar adalah meninggal dalam keadaan muslim. Diriwayatkan bahwa ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhu- sebagaimana dinukil oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Mirqaatu Shu’uud at-Tashdiiq, menuturkan:

تمام النعمة الموت على الإسلام

“Sempurnanya kenikmatan itu adalah meninggal dalam keadaan beragama Islam.” 

Dan kita semua berlindung kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari keburukan yang dituturkan al-Hafizh Ibn ‘Abd al-Bar al-Andalusi dalam sya’irnya:

أأخي إن من الرجال بهيمة                                    في صورة الرجل السميع المبصر

       فطن لكل مصيبة في مالــه                                       وإذا يصاب بدينه لـم يشعــر

“Wahai saudaraku, diantara manusia ada yang bersifat bagaikan binatang”

“Dalam bentuk seseorang yang mampu mendengar dan berwawasan”

“Terasa berat baginya jika musibah menimpa harta bendanya”

“Namun jika musibah menimpa agamanya, tiada terasa”

(Bahjatul-Majâlis wa Unsul-Majâlis (I/169))

Dan tiada keraguan bahwa: 

Tiada Kemuliaan Kecuali dengan Al-Islam

Inilah Jawaban-Jawaban Kami atas Berbagai Dalih Pembenaran Atas Demokrasi (Kumpulan Makalah Ilmiyyah)

Sekilas Tentang Khilafah Penjaga Akidah Umat

Demokrasi: Qiila Wa Qiila Orang Awam VS Qaala Wa Qaala Para Ulama (Part. I)

Maka, sudah sangat jelas waadhihan syadiidan perbedaan antara sistem Islam dan Demokrasi. Lantas, mana yang anda pilih?? Demokrasi? Atau sistem Islam (al-Khilaafah al-Islaamiyyah)??

Lihat: Politik Islam Berbeda dengan Demokrasi

Note: Tentang masalah ini, saya (penulis) sedang merinci lebih lanjut sebagai bantahan atas syubhat-syubhat yang dilontarkan sebagian orang dan menyingkap bahaya prinsip kebebasan beragama dalam Demokrasi.

 

Sebagian List Pertanyaan yang Masuk ke Inbox Seputar Jin, Sihir dan Ruqyah Syar’iyyah

Cover Buku-1

Ada sejumlah pertanyaan yang masuk ke inbox saya berkaitan dengan alam jin, sihir, perdukunan dan ruqyah syar’iyyah, diantaranya belum sempat saya jawab karena banyaknya amanah dan pekerjaan… yassarallaahu umuuranaa

In syaa Allaah pertanyaan-pertanyaan yang masuk akan coba saya ulas di buku Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia edisi ke-2. Semoga dimudahkan Allah. Barangkali ada ikhwah fillaah yang bisa menjawab? Tafadhdhaluu di laman komentar.

Pertanyaan I

Assalamu’alaikum… abu maaf mau tanya bagaimana ciri2 orang yang melakukan persekutuan dengan jin… ada seseorang  yang mengatakan klo khodam buyut ria mengikuti ria… tampa kita memintannya datang…bagai mana kita menghilangkannya dan gangguan jin tersebut?.. (Akun Fulanah binti Fulan)

Pertanyaan & Syubhat II

Ana pernah meruqyah pasien kmudian ada reaksi, jinnya ngaku panglimanya prabu siliwangi, ana lakukan ruqyah pasiennya meraung raung jd sperti harimau, smpt kluar tp masuk lagi sampai 3x, yg ktiga ana bantu bekam dpuncak kepala pasiennya tp bbrapa mlm stlh meruqyah pasien tdi (mf mungkin seolah-olah sperti brkhayal tp ini real ana dan tmn2 mngalaminya) lampu dklinik mati nyala, mati yala berkali2, dkmar mandi ada yg mandi.. nah apa yg harus ana kuatkan ust,… (Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan III

Assllm wr wb,baarokallhu, kbr sehat ust? Bgaiman pndpt usy trkait ruqyah syar iyyah yg ktika druqyah dr tubuh pasien kluar silet,potongan cutter dsb…, (Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan IV

Assalamu’alaykum. Ust Irfan, bagaimana menurut antum ttg hipnotis/hipnosis? Apakah haram mempelajarix dan samakah dg sihir? Mhn penjelasan detail antum or makalah yg pernah antum tulis mengenai hipnotis… Jazakallah sblmx:)

Ringkasx apa mempelajari hipnotis boleh/tidak, samakah dg sihir? Syukron

apa ada hipnotis tanpa peranan jin?

Kalo menurut antum bagaimana, dg tenaga dlm? ‘afwan jd berkembang sharex:)

(Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan V

Btw gimana cara ngusir gangguan jin tadz? Temen ane melamun swndiri diam tak ngejawab obrolan orang

Dia menatap tembok seperti sedang ngobrol dfn jin

(Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan VI

Assalamu’alaikum ustadz,

Ana membaca tulisan ustadz tentang hewan sembelihan untuk selain Allah begitu jelas. Namun bagaimana kalau yang dijadikan persembahan/alat ritual itu buah-buahan/air kelapa. Bolehkah kita meminum/memakan buah/makanan (bukan hewan) untuk sesajen/ritual (Taipusam, misalnya)?

Terima kasih atas jawabannya.

Wassalam. (Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan VII

Assalamu ‘alaykum wr wb ustad, afwan…

Perkenalkan, Saya …………, dari Nganjuk, sekarang sedang kuliah di yogyakarta, setelah saya bertanya pada beberapa sahabat saya, terutama mas A beliau menyarankan saya untuk bertanya pada ustad…

Ada yang sangat ingin saya tanyakan,

begini, yang saya tau sejak dulu bahwa orang yang paling dekat dengan saya itu terkena sihir, entah itu apakah dari makanan yang diberikan orang lain atau dari jauh.

Jujur, yang terkena itu Ayah saya, kata orang-orang…

Dan waktu di ruqyah dulu itu kata saudara yang mengobati ayah saya di jakarta, beliau di gandoli Jin yang Besar, karena waktu diobati dipunggung ayah saya ada bekas orang menggendong, entah percaya atau tidak percaya, ayah saya juga dikirimi dari beberapa daerah di jawa timur…

Yang ingin saya tanyakan, karena saya tidak berani menanyakan org2 sekitar saya mengenai

1. Apakah sihir itu benar-benar ada dan bisa mempengaruhi tingkah laku orang lain?

2. Jika begitu, apa yang harus saya lakukan untuk ayah saya jika benar-benar beliau terkena sihir?

Syukron…

(Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan VIII

assalaamu alaikum. apa kbr ustad? ana mau nanya seputar ruqyah dan hijamah.

ana skrg lg belajar mjd terapist dg cara ruqyah dan hijamah. apa hukum memberi tarif membekam dan hukum meminta dan menyarankan untk diruqyah. smntara ada hadist yg brtentangan dg kduanya. mhn pencerahannya. jazakallah khoiron..

(Akun Fulan bin Fulan)

Pertanyaan IX

as,tadz baca ayat ruqih nuju hed t nanaon? (Istri) nuju haid baca ayat ruqyah nu ku antum d kasih,selembaran tea. (Akun Fulan bin Fulan – Cianjur)

Pertanyaan XI

Asslmkum, dmang tadz?

Tadz maaf mengganggu wktunya.

Tadz, boleh bertnya.

Adkah bacaan khusus untuk mruqyah diri sndiri?

(Akun Fulan bin Fulan – Cianjur)

Pertanyaan XII

Asslkm? Ustd ana mau nanya permasalahan tentang tenaga dalam yg beberapa sumber mengatakan termaksut yg tidak ada dalm islam bahkan bertentangan. Tapi ana tanya keyang lain itu alami dari pengaturan tenaga jadi bagai mana sebenarnya kedudukan hal ini dipandangngan islam. (Akun Fulan bin Fulan)

Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang masuk ke inbox fb dan sms, yang belum sempat saya ulas. Sebagiannya barangkali sudah saya ulas disini: Makalah-Makalah Tentang Ruqyah, Jin, Sihir, Perdukunan dan Solusi Ideologis

الله المستعان

يا الله… سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتَنا إنك أنت العليم الحكيم

Tanya Jawab Mengenai Hipnotis & Ilmu Sihir

Cover Buku-1

Pertanyaan

Assalamu’alaykum. Ust Irfan, bagaimana menurut antum ttg hipnotis/hipnosis? Apakah haram mempelajarix dan samakah dg sihir? Mhn penjelasan detail antum or makalah yg pernah antum tulis mengenai hipnotis… Jazakallah sblmx:)

*Inbox Akh Fulan bin Fulan

Jawaban

Wa’alaykumussalaam,wr,wb

Hipnotis? Saya belum menulis artikel tentang masalah ini, penjelasannya panjang jika sudah saya rinci masalah ini, akan diposting di website: http://irfanabunaveed.com/, semoga dimudahkan Allah.

Namun, sekilas tanggapan singkat saya sementara:

Kata hipnotis jika kita merujuk pada KBBI Online:

hipnosis /hip·no·sis/ n Dok keadaan spt tidur krn sugesti, yg pd taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yg memberikan sugestinya, tetapi pd taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali; menghipnosis /meng·hip·no·sis/ v melakukan hipnosis

Dan yang pernah saya temukan, ada istilah gendam dan ini termasuk upaya meng-‘hipnotis’ pihak lainnya dengan menggunakan bantuan jin, dan oleh karena itu, gendam bisa dikategorikan sebagai sihir karena menggunakan bantuan jin. Sebagaimana dituturkan oleh Syaikhanaa al-‘Aalim ‘Atha bin Khalil dalam kitab tafsirnya -ketika beliau menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 102- bahwa diantara ciri sihir adalah menggunakan bantuan jin/syaithan. Maka jika hipnotis tersebut menggunakan bantuan jin/syaithan itu sudah cukup menjadikannya sbg bagian dari sihir.

Adapun hukum mempelajari ilmu sihir -secara umum-, jumhur ulama mengharamkannya secara mutlak meskipun tidak dipraktikkan, karena ilmu sihir bisa menyebabkan kepada kekufuran, sebagaimana disebutkan Syaikh Prof. Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni dlm tafsir Rawaa’i al-Bayaan ktk beliau menjelaskan tafsir QS. al-Baqarah [2]: 102. Asy-Syaikh Prof. Muhammad Ali Ash-Shabuni mengatakan: “Mayoritas ulama berpendapat haram hukumnya mempelajari ilmu sihir dan mengajarkannya kepada orang lain, karena al-Qur’ân menyebutkan ilmu sihir ini dalam rangka mencela dan menjelaskan bahwa sihir itu kufur.”

Lengkapnya, al-Shabuni memaparkan dalam kitab Rawai’ al-Bayân, Juz. I, Hal. 83-84:

وذهب الجمهور إلى حرمة تعلم السحر، أوتعليمه لأن القران الكريم قد ذكره في معرض الذم. وبين أنه كفر فكيف يكون حلالا؟ كما أن الرسول عليه الصلاة والسلام عدّه من الكبائر الموبقات كما في الحديث الصحيح وهو قوله صلوات الله عليه: اجْتَنِبُوُا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ, قُلْنَا: وَمَا هُنّ يَا رَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحْقِّ وَأَكْلَ الرِّبَا وَأَكْلَ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلَّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقذف الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتَ الْغَافِلَاتِ

Wallaahu a’lam.

Ada pula yg memperbolehkan mempelajari ilmu sihir semisal Imam Fakhruddin ar-Raazi, namun dikoreksi oleh Al-Hafizh ibn Katsiir. Adapun mengamalkan sihir, maka jelas Islam MENGECAM KERAS.

Dan yang menjadi masalah besar adalah bahwa negeri ini diatur oleh SISTEM KUFUR DEMOKRASI, sehingga perdukunan, tukang sihir bisa bebas membuka tempat praktik. Wal ‘iyaadzu billaah, jelas nyata kita butuh solusi Al-Islaam yang diterapkan secara kaaffah dalam naungan AL-KHILAAFAH AL-ISLAAMIYYAH.

Perincian ttg definisi sihir, perincian jenis-jenisnya dan hukum-hukum terkait, berikut gambaran solusi Al-Islam, itu semua banyak saya ulas di buku Jin dan Dukun yang saya susun, resume buku: (LINK)

Link lainnya: Download Makalah-Makalah Tentang Alam Jin, Sihir & Ruqyah Syar’iyyah Plus Solusi Ideologis

Profil & Kontak Admin (Irfan Abu Naveed)

Irfan

Curriculum Vitae Admin (Bahasa Arab): السيرة الذاتية-الجديدة

Irfan Abu Naveed, kunyah dari Irfan Ramdhan Wijaya: Lahir di “Kota Hujan” Bogor, saya alumnus Pesantren/ Ma’had Al-Imaaraat, dan sewaktu kecil mengenyam pendidikan agama di madrasah dan surau di tempat kelahiran, di bawah asuhan almarhum KH. Zainal Abidin –rahimahullaah-. Lalu pindah ke Kota Santri “Cianjur” bersama kedua orangtua dan saudara, dan merampungkan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Di kota ini pula saya menimba ilmu dalam majelis-majelis ilmu, diantaranya pengajian Masjid Agung Cianjur dan pesantren. Dan semasa SMA mengawali keaktifan dalam ‘dunia aktivis’: anggota dan pengurus HAMIMA (Himpunan Angkatan Muda Masjid Agung) Cianjur, anggota KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Islam), anggota FURIS (Forum Ukhuwwah Remaja Islam) dan lainnya. Namun –tanpa menafikan yang lainnya- yang paling berpengaruh adalah keaktifan dalam pergerakan dakwah Internasional  dan sampai sejauh ini sempat memegang amanah dalam sejumlah lajnah, diantaranya anggota lajnah al-khaashah li kasb al-‘ulamaa wal masyaayikh DPD II Kota Bandung, dan saat ini sebagai ketua Lajnah Tsaqaafiyyah DPD II Cianjur.

Memperoleh beasiswa pendidikan dari sebuah Universitas di Kota Kembang, saya mengenyam pendidikan Double Degree selama beberapa tahun setingkat Diploma Jurusan Ekonomi dan Strata Satu (S1) Jurusan Sastra. Dan aktif sebagai ketua DKM Masjid Kampus dan pengurus aktif selama + dua tahun.  Saya pun menyelesaikan S1 Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) di sebuah STAI di Kota Bandung. Dan ketika menjadi ketua DKM kampus pula, saya memulai pengalaman meruqyah -ruqyah syar’iyyah-.

Memasuki dunia jurnalistik “da’wah bil qalam”, saya mengawalinya dengan keaktifan dalam organisasi Rohis Sekolah semasa SMA, membidani lahirnya perpustakaan Rohis, mengelola mading dan buletin Rohis, mengirimkan opini yang dimuat di majalah remaja Islam (MRI Permata). Dan yang paling berpengaruh ketika menyibukkan diri –kelas III SMA- membidani lahirnya majalah sekolah ber-genre Islam bersama seorang Guru Pembina KIR (Karya Ilmiyah Remaja) di sekolah, diamanahi sebagai Ketua Jurnalistik Organisasi KIR sekolah. Berlanjut dengan da’wah bil qalam ketika aktif di DKM Masjid Kampus. Menulis, dan menulis hingga akhirnya bekerja di sebuah penerbitan Majalah dan Tabloid di Kota Tangerang sebagai Redaktur Pelaksana setelah beberapa tahun kuliah di Kota Bandung.

Kembali ke Kota Cianjur, saya pernah menjadi narasumber tetap rubrik Mimbar Khutbah sebuah penerbitan Tabloid di Cianjur, dan merampungkan kutaybaat (buku-buku kecil) tentang pernikahan berjudul Baytiy Jannatiy: Meniti  Pernikahan Islami yang diterbitkan dua kali (edisi awal dan revisi) sebagai buah tangan bagi tamu pernikahan sejumlah kawan. Di sisi lain, dengan keaktifan dalam terapi ruqyah syar’iyyah, menjadi pengisi kajian dan pelatihan-pelatihan bertema ruqyah syar’iyyah, mendorong saya menyusun dan menerbitkan sebuah buku setebal 768 halaman,  berjudul Menyingkap Jin & Dukun Hitam Putih Indonesia: Menyingkap Syubhat-Syubhat Alam Jin & Perdukunan di Indonesia. Plus Kajian Mendalam: Ruqyah Syar’iyyah & Solusi Politis Ideologis” cetakan pertama diterbitkan oleh penerbit Halim Jaya di Surabaya, tahun 1433 H/ 2011. Buku ini pernah dibedah dengan para asaatidz di sejumlah kota besar di Indonesia, diantaranya; di pesantren-nya Kyai Yasin Muthahhar Serang, Jakarta, Surabaya, Malang, dan lainnya. Di dunia maya, saya mengelola sejumlah grup kajian di fb, dan sebuah blog pribadi.

Ketika ‘nyantri’ di Pesantren Al-Imaaraat, salah seorang Ustadz lulusan Timur Tengah meminta saya untuk membantu penerjemahan sebuah kitab tentang berita-berita Nubuwwah yang lantas diterbitkan. Saat ini saya sedang merampungkan sejumlah naskah; naskah tentang buku Ruqyah Syar’iyyah dalam dua bahasa (bahasa Arab dan terjemah bahasa Indonesia), naskah  terjemah kitab Ar-Ruqyah Asy-Syar’iyyah min Al-Kitaab wa As-Sunnah An-Nabawiyyah karya Syaikh Muhammad al-Jurani, dan naskah seri nafsiyyah Islamiyyah berjudul: “Awas! Jebakan-Jebakan Syaithan: Kritik, Nasihat & Koreksi atas Fenomena Perdebatan yang Tidak Syar’i dalam Kehidupan Sehari-Hari & Dunia Maya.” Dan naskah buku yang sedang disusun seputar Demokrasi dari sudut pandang Islam dan bantahan-bantahan argumentatif atas berbagai dalih pembenaran atas paham sesat ini (Link Naskah). Dan ada sejumlah rencana penulisan buku dengan sejumlah tokoh/ pakar yang sudah dibicarakan dengan pihak-pihak yang bersangkutan namun belum terlaksana, mohon do’anya dari para pembaca sekalian.

Saat ini, bi fadhlillaahi ta’aalaa, saya mengabdikan diri sebagai salah seorang staff di Jaami’ah Ar-Raayah – Kulliyyatusy-Syarii’ah wad Diraasaat Al-Islaamiyyah yang dikelola para Syaikh dan Doktor dari Timur Tengah, tempat ini adalah majelis ilmu bagi para ahli ilmu, pelajar dan pecinta ilmu. Alhamdulillah, para syaikh di majelis ilmu ini terbuka dan menyambut diskusi, didukung dengan keberadaan sarana maktabah (perpusatakaan) yang menyediakan banyak sekali kitab-kitab buah tangan para ulama terdahulu dan kontemporer. Dan bersama istri tercinta (Bidan Rizki Utami Handayani, SST), alhamdulillaah saya dikaruniai seorang putra tampan dan lucu bernama Mohammed Naveed Iqra’ Islamovic.

Kontak Admin -Bedah Buku, Kontak Kajian Islam, Pelatihan (Ruqyah Syar’iyyah, -):

E-mail                 : irfanabunaveed@ymail.com

Blog                    : www.irfanabunaveed.com

Twitter                : Irfan Abu Naveed @irfanabunaveed

FB                       : www.facebook.com/irfan.ramadhanalraaqiy

Fans Page FB      : www.facebook.com/IrfanAbuNaveed

Grup FB              : http://www.facebook.com/groups/islam.antidemokrasi

HP                      : 08179296234 atau 085861833427

Tanya Jawab tentang Godaan Syaithan (I)

06

Pertanyaan

Maaf ustad, mau nanya, apakh seoarng yg ahli ilmu dan ahli ibadah dapat terlepas dari godaan syaitan (syaitan tdk berani mengganggu dan mengodanya)? (Akh Simancs)

Jawaban

(1)- Dari sisi godaan, Iblis sudah berjanji untuk menyesatkan manusia (secara umum):

Penting untuk dipahami bahwa Iblis dan syaithan-syaithan yang dilaknat Allah adalah musuh hamba-hamba Allâh, visi dan misi permusuhan mereka Allâh informasikan dalam ayat-ayat yang agung berikut ini:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (١٦) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (١٧

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).” (TQS. al-A’râf [7]: 16-17)

Dalam ayat lainnya:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis berkata: “Ya Rabb-ku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (TQS. al-Hijr [15]: 39)

Pernyataan iblis yang diinformasikan Allâh dalam ayat-ayat di atas, menelanjangi visi misi yang diperjuangkannya menggunakan berbagai cara tanpa kenal lelah. Allah informasikan dalam al-Qur’an, bahwa Iblis mengungkapkan berbagai pernyataannya dengan kata-kata yang diperkuat, yakni menggunakan لام الابتداء ونون التوكيد yaitu penegasan-penegasan yang memberi arti sangat serius dan menuntut keseriusan.

Diantaranya dalam lafazh-lafazh berikut:لأتخذنّ، لأضلنّ، لأمنينّ، لامرنّ، لأقعدنّ، لاتينّ، لأزيننّ، لأغوينّ

Dalam tinjauan pemahaman bahasa arab: semua kata kerja yang diungkapkan Iblis didahului dengan huruf لام الابتداء yang mengandung makna sungguh dan ditambah dengan نّ yang berarti benar-benar.

Imam Ibn al-Jawzi –rahimahullaah- menegaskan:

فالواجب على العاقل أن يأخذ حذره من هذا العدو الذي قد أبان عدواته من زمن آدم عليه الصلاة والسلام وقد بذل عمره ونفسه في فساد أحوال بني آدم وقد أمر الله تعالى بالحذر منه

“Maka wajib bagi orang yang berakal untuk mawas diri terhadap musuh yang satu ini (Iblis, syaithan-pen.) yang telah menyatakan permusuhannya semenjak masa Adam –‘alayhissalaam- dan ia bersungguh-sungguh mengerahkan segenap waktunya, jiwanya untuk merusak Bani Adam dan Allah SWT telah memperingatkan kita darinya.” (Lihat: Imam Ibn Al-Jawzi. Talbiis Ibliis. Jilid I, Hlm. 203-204).

Imam Ibn al-Jawzi pun menukil dalil-dalil firman Allah:

لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 169)

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ

“Syaithan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 268)

وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً

“Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (TQS. An-Nisaa’ [4]: 60)

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (TQS. Al-Maa’idah [5]: 91)

إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” (TQS. Al-Qashash [28]: 15)

Dan masih banyak dalil-dalil lainnya tentang hal ini. Imam Az-Zamakhshari (w. 538 H) ketika menafsirkan frase (وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ) pada QS. Al-Baqarah [2]: 168,  mengatakan:

ظاهر العداوة لا خفاء به

“(yakni) menampakkan permusuhan tanpa ada kesamaran apapun.” (Abu al-Qasim Jaarullah Mahmud bin ‘Umar az-Zamakhshari (w. 538 H). 1430 H. Tafsiir al-Kasyf ‘an Haqaa’iq at-Tanziil wa ‘Uyuun al-Aqaawil fii Wujuuh at-Ta’wiil. Cet. III. Beirut: Daar al-Ma’rifah).

Kaum muslimin harus memahami hal ini, sebagaimana dikatakan dalam sya’ir:

عرفت الشرّ لا للشرّ لكن لتوقيّه

ومن لا يعرف الشرّ من النّاس يقع فيه

“Aku mengetahui keburukan bukan tuk melakukan keburukan, melainkan memproteksi diri darinya”

“Dan barangsiapa tak mengetahui keburukan, maka ia akan terjerumus ke dalamnya”

(Lihat:Rawâ’i al-Bayân (Tafsîr Aayât al-Ahkâm), Syaikh Prof. ‘Ali ‘Ashabuniy (Juz. I))

Lengkapnya: 

1- Mengenali Iblis Pemimpin Kesesatan:

Link Artikel

2- Mengenali Syaithan Musuh Bebuyutan: 

Link Artikel

(2)- Adapun dari sisi tingkat pengaruh godaan syaithan terhadap manusia, perlu dipahami bahwa ilmu, iman dan amal shalih merupakan benteng dari godaan syaithan ar-rajiim:

Al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil dalam tanya jawabnya tentang Hubungan Jin dan Manusia menjelaskan: “Syaitan tidak memiliki kekuasaan memaksa terhadap manusia, kecuali manusia mengikuti syaitan dengan pilihannya sendiri.”

Syaikh ‘Atha bin Khalil menukil dalil-dalil firman Allah sebagai berikut:

Allah SWT berfirman:

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلاَّ أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي

“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (TQS Ibrahim [14]: 22)

Allah SWT juga berfirman:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلاَّ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ

“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (TQS al-Hijr [15]: 42)

Allah SWT berfirman:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ * إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

“Maka jika kamu membaca Al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (TQS an-Nahl [16]: 98-100)

(3)- Islam telah memperingatkan dan membimbing manusia dengan cahaya petunjuknya sehingga selamat dari tipu daya syaithan:

Islam telah membekali manusia dengan senjata ampuh untuk menghadapi gangguan syaithan, secara praktis diantaranya dzikrullaah dan ruqyah syar’iyyah (download makalah-makalah ruqyah syar’iyyah), dan itu sudah saya jelaskan lebih rinci di sini: Link Artikel Download Makalah-Makalah Mengenai Ruqyah, Jin dan Sihir.

Dan solusi secara sistemik dengan menegakkan kehidupan Islam yang menerapkan seluruh aturan syari’at islam.

1- Mengambil ‘Ibrah dari Larangan Untuk Mengikuti Langkah-Langkah Syaithan:

Link Artikel

2- Islam Mengecam Segala Bentuk Perbuatan Mengikuti Iblis dan Syaithan:

Link Artikel

3- Menjegal Arus Ajaran Para Pengikut Syaithan:

Link Artikel

Lebih lengkapnya disini: Makalah-Makalah Syar’iyyah Mengenai Alam Jin, Perdukunan dan Ruqyah Syar’iyyah

Wallaahu a’lam bish-shawaab

Jalanan Rusak Parah Merupakan Tanggungjawab Penguasa

Jalan Rusak

Kepada ikhwah fillaah sekalian yang melakukan perjalanan melalui rute Jalan Raya Cianjur Sukabumi, mesti berhati-hati karena banyak lubang menganga (dalam dan lebar) di sepanjang jalan yang tersebar sejauh puluhan kilometer. Jalanan ini sangat berbahaya, terlebih di sepanjang jalan raya daerah gekbrong yang berlubang-lubang ditambah dengan minimnya lampu penerangan jalan (gelap di malam hari) dan merupakan turunan cukup tajam (jika hujan cukup licin karena jalan berpasir).  Saya merasakan betul kesulitan karena jalanan yang rusak parah semacam ini karena setiap minggu ana safar Cianjur-Sukabumi beberapa kali (antara tempat tinggal dan tempat kerja di sebuah Perguruan Tinggi Islam di Sukabumi). Begitu pula dengan jalan turunan di area belakang Istana Presiden di Cipanas – Cianjur yang rusak parah (lebih tepat disebut sungai kecil karena berbatu-batu) ketika beberapa waktu saya, istri dan anak melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor untuk mengisi pengajian, pelatihan ruqyah syar’iyyah.

الله المستعان

Ini tambahan informasinya:

Berita I

Berita II

Tak jarang saya temukan pengendara motor yang terjatuh atau minimal hampir terjatuh, sangat berbahaya, saya salah satu korbannya. Saya dan rekan kerja yang sama dari Cianjur pun merasakan kesulitan yang sama, dan motor pun mengalami masalah yang hampir serupa (terkadang goyang pada bagian segitiga karena beberapa kali benturan keras motor dengan lubang). Beberapa waktu lalu saja saya (berkendara dengan motor) nyaris bertabrakan dengan motor dari arah berlawanan karena faktor lubang..(pernah terjatuh dan hampir jatuh berkali-kali). Lubang-lubang ini pula yang seringkali menyebabkan kemacetan (saya alami sendiri).. Allah al-Musta’aan… 

Parahnya di jalanan tersebut:

  • Banyak kendaraan besar; bus antar kota dan bus pariwisata, berbagai jenis truk (banyak pabrik),

  • Banyak lubang menganga dan dalam, 

  • Jalan berpasir dan berbatu krikil, jalanan licin terutama jika basah setelah turun hujan,

  • Jalan kurang lebar untuk ukuran jalan ramai,

  • Jalanan ramai terutama pada jam pagi dan sore (PP kerja); banyak pabrik (tata kota semrawut),

  • Sikap pengguna jalan (mobil, motor, truk dan bus) yang tidak beradab di jalanan umum; menyalip sembarangan, tidak sabar, dan lainnya.

Dan setelah menyimak pemberitaan mengenai pesawat kepresidenan yang mewah dan berharga ‘wah’, mengingatkan saya pada sulitnya perjalanan Cianjur – Sukabumi. Hal ini kian membuktikan bobroknya pengaturan politik dalam Demokrasi; terutama pada sisi prioritas penggunaan anggaran (terkadang perbaikan jalan yang rusak parah ‘membunuh’ rakyat ditunda dengan alasan belum cairnya pendanaan). Ingat kita negeri yang kaya dengan SDA, diantaranya potensi batu bara (aspal), lantas kemana potensi SDA tersebut?? Diserahkan pada pihak asing?? Mengapa jalanan mudah rusak pula? Apakah karena rendah kualitas jalan semata atau ditambah hilang keberkahannya dengan penggunaan harta haram untuk pembangunan (ribawi, dll.)??

Sudah terlalu lama jalan tersebut rusak tambal sulam. Apakah tak ada standar kualitasnya?? Barangkali ada di antara pihak yang bertanggungjawab atas infrastruktur jalan, dan pejabat-pejabat terkait (bupati, gubernur jabar, dll.) yang membaca catatan ini, saya ingatkan dengan hadits Rasulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhârî, Muslim & Lainnya)

Saya pernah mewawancarai sejumlah syaikh doktor dari Timur Tengah dan Afrika ketika terjalin dalam diskusi “أهمية مكانة السلطان في إزالة المنكرات” (pentingnya kedudukan penguasa dalam menghapuskan berbagai kemungkaran di tengah-tengah kaum muslimin). Diantaranya Syaikh Dr. Abu ‘Abdullah menjelaskan kepada penulis:

فالواجب على من يتولى أمور المسلمين أن يمنع ما يضر المسلمين في دينهم ودنياهم

“Maka wajib bagi siapa saja yang menguasai urusan kaum muslimin (penguasa) untuk mencegah hal-hal yang bisa membayakan agama dan dunia kaum muslimin.”

Al-‘Allamah asy-Syanqithi pun menegaskan dalam kitabnya Al-Islam Din[un] Kaamil[un]:

وأما السياسة الداخلية: فمسائلها راجعة إلى نشر الأمن والطمأنينة داخل المجتمع، وكفّ المظالم، وردّ الحقوق إلى أهلها

“Adapun politik dalam negeri (dalam Islam-pen.), maka permasalahannya kembali kepada jaminan keamanan dan kenyamanan di tengah-tengah masyarakat, mencegah kezhaliman dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya.”

Di sisi lain jalan raya ini adalah jalan provinsi yang juga menjadi tanggungjawab Pemprov Jabar dan elemen-elemen terkait (Dinas PU). Apakah mereka lupa dengan hadits di atas dan atsar bagaimana besarnya kekhawatiran Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab –radhiyallaahu ‘anhu– yang khawatir jika ada keledai atau dalam keterangan lain hewan melata yang terperosok jalan berlubang? Sedangkan di zaman ini bukan ‘sekedar’ hewan, jelas rakyat yang melintas menjadi korban.

Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab –radhiyallaahu ‘anhu– menuturkan:

لو أنّ دابّة بسواد العراق عَثَرَتْ لَخشيتُ أن يسألني اللهُ عنها لما لم أمهِّد الطريق

“Andaikan ada seekor binatang melata di wilayah Irak yang kakinya terperosok di jalan, aku sangat takut Allah akan meminta pertanggungjawabanku karena aku tidak memperbaiki jalan tersebut.” (Lihat: Syaikh Prof. ‘Abdul Qadim Zallum. 1415 H. Afkaar Siyaasiyyah (hlm. 41). Cet. I.)

Realitas buruk semacam ini, kian meyakinkan saya dan kaum muslimin yang menyadarinya akan pentingnya kehidupan Islam yang menegakkan asy-syarii’ah al-islaamiyyah kaaffah dalam naungan al-Khilaafah al-Islaamiyyah yang akan menerapkan poliltik sebagaimana paradigma islam.

Secara lebih spesifik pengertian politik di dalam Islam dideskripsikan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji dalam Kitab Mu’jamu Lughatil Fuqaha’:

رعاية شؤون الامة بالداخل والخارج وفق الشريعة الاسلامية

“Pemeliharaan terhadap urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri sesuai dengan syari’ah Islam.”

Ini semakin membuktikan benar apa yang saya tuliskan disini:

Politik Islam Berbeda dengan Politik Demokrasi

Di sisi lain, begitu banyak kemungkaran lainnya yang subur dalam kehidupan saat ini di bawah naungan sistem jahiliyyah Demokrasi dan pertentangannya dengan pengaturan politik dalam Islam:

Muhasabah Merajalelanya Riba yang Subur di Alam Demokrasi

Murtadnya Muslim dalam Sistem Demokrasi VS Sistem Islam (Al-Khilaafah)

Sekilas Tentang Al-Khilafah Penjaga Akidah Umat

Penegakkan Hukum dalam Khilafah Islam: Tegas & Berfungsi Sebagai Penebus Dosa & Pencegah Kemaksiatan

Koreksi Atas Media yang Mengghibah ‘Aib Individu Muslim (Part. II)

Akhlak

Ketahuilah yaa ikhwah, mengghibah, membicarakan ‘aib individu muslim yang pada asalnya tersembunyi antara dua pihak misalnya dan tidak lantas membahayakan masyarakat secara umum/ secara luas, sehingga tidak ada alasan syar’i untuk mengghibah-nya di tengah-tengah masyarakat (tidak ada kemaslahatan apapun), terlebih mengghibah-nya dengan status di jejaring sosial FACEBOOK ATAU posting di SITUS. BUKAN HANYA “STATUS POSTINGAN TAK BERMUTU (jika tak mau dikatakan “VIRUS” MENYEBARKAN KEMAKSIATAN LISAN), BAHKAN LEBIH BURUK DARI ITU DALAM PANDANGAN ISLAM, dan bertambah keburukannya jika ada yang menggiring kekhilafan individual ini untuk memfitnah suatu gerakan dakwah dan aktivisnya secara umumWal ‘iyaadzu billaah.

Status/ posting berita seperti ini, kontra produktif bahkan destruktif terhadap perjuangan itu sendiri, apa yang dihasilkan selain dosa mengghibah dan “investasi” dosa dari orang-orang yang terlibat menyebarkan dan menstigmatisasi negatif gerakan dakwah Islam dengan hal seperti itu?

Allaahummaghfirlanaa

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

QS. Al-Hujuraat [49]: 12

Mengghibah sesama muslim -tanpa ada alasan syar’i- dicela dengan celaan yang buruk oleh Allah ‘Azza wa Jalla yakni (أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ) yang diserupakan dengan memakan daging bangkai saudaranya“, wal ‘iyaadzu billaah.

Dalam hadits shahih:

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau –shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam– bersabda: “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau: “Lalu bagaimana jika kenyataan yang ada pada diri saudara saya itu sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda: “Jika apa yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataannya maka engkau telah mengghibahnya. Dan jika ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (buhtan/ fitnah).” (HR. Muslim).

Apa yang tidak disukainya berupa keburukan, ‘aib atau kekhilafannya. Al-Hafizh an-Nawawi mendefinisikan ghiibah:

الغيبة: فهي ذكرُك الإِنسانَ بما فيه مما يكره، سواء كان في بدنه أو دينه أو دنياه، أو نفسه أو خَلقه أو خُلقه، أو ماله أو ولده أو والده، أو زوجه أو خادمه أو مملوكه، أو عمامته أو ثوبه، أو مشيته وحركته وبشاشته، وخلاعته وعبوسه وطلاقته، أو غير ذلك مما يتعلق به، سواء ذكرته بلفظك أو كتابك، أو رمزتَ أو أشرتَ إليه بعينك أو يدك أو رأسك أو نحو ذلك

“Adapun ghiibah adalah ungkapan dirimu tentang orang lain pada hal yang dibencinya, sama saja apakah berkaitan dengan fisiknya, agamanya, kehidupan dunianya, dirinya, penciptaannya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orangtuanya, istrinya, pembantunya, harta benda miliknya, penutup kepalanya, pakaiannya, caranya berjalan, gerak tubuhnya, rona wajah kebahagiaannya, sikapnya yang berlebihan, rona wajah cemberutnya, dan kecendrungannya, atau pada perkara-perkara lainnya yang berkaitan dengannya, sama saja engkau menyebutkannya dengan lisan, tulisan, simbol, atau isyarat dengan mata, tangan, kepala atau dengan cara lainnya.” (Al-Adzkaar An-Nawawiyyah,Kairo: Dar al-Hadits. Hlm. 315)

Koreksi Argumentatif I Atas Suara News: (Link)

Kajian Islam tentang Ghiibah: (Link Download File)

Kita tidak membenarkan perbuatan khilaf melanggar janji bertemu jika itu memang itu kenyataannya, wajib meminta maaf, namun adakah alasan syar’i menyebarkan ‘aib individu muslim pada kasus ghibahnya Suara News & informan-nya “Ian as-Suti” di jejaring sosial dan website-nya? Jika kita bandingkan dengan ilmu yang dijelaskan para ulama, diantaranya ulama ahli hadits dan faqih madzhab syafi’i yakni al-Hafizh an-Nawawi, ghibah tersebut JELAS termasuk ghiibah muharramah dan tidak termasuk pengecualian ghibah sebagaimana yang dijelaskan para ulama:

Perincian Al-Hafizh an-Nawawi tentang Ghiibah: (Link)

 Allaahummaghfirlanaa

Menjustifikasi Demokrasi dengan Dalih Menikmatinya? (Jawaban Argumentatif)

431614_363611627056358_1926515089_n

Oleh: Al-Faqiir Ilallaah Irfan Ramdhan W, S.Pd.I (Abu Naveed)

Mari Berpikir dan Berargumentasi Cerdas Yaa Ikhwatii Fillaah

Jika seandainya demokrasi dijustifikasi dengan dalih bahwa kita hidup dalam naungan demokrasi; makan, minum, bekerja menggunakan jalan, serta fasilitas kesehatan yang diklaim sebagai produk demokrasi, sehingga dikatakan bahwa kita pasti menikmati demokrasi sistem kufur, dan mengkritik mereka yang anti demokrasi dengan ungkapan “inkonsistensi”. Bagaimana kita menjawab logika batil ini?

JAWABAN:

Pertama, jika logika salah ini dipakai, niscaya orang-orang sekularis, munafik akan menjadikan dalih serupa untuk menjustifikasi KOMUNISME, KAPITALISME, SEKULARISME, bagi mereka yang hidup di negeri komunis misalnya, dan ini jelas penyimpangannya.. laa yahtaaju ilaa syarhin katsiirin.

Kedua, selama ini oknum yang menuduh ‘menikmati demokrasi’ tidak pernah menjelaskan batasan yang jelas dan tegas dari tuduhan ‘menikmati demokrasi’. Jika tidak dibatasi, maka istilah ini menjadi istilah absurd dan menggelinding bagaikan bola panas yang bisa dialamatkan pada setiap orang secara ‘liar’, bagaimana tidak? Karena hidup di negeri yang dinaungi sistem demokrasi kini memang realitas, dan bermu’amalah di dalamnya pun sesuatu yang tidak bisa dihindari untuk mempertahankan hidup (dengan segenap daya upaya berpegangteguh pada syari’at Islam). Namun sudah barangtentu kehidupan di bawah naungan demokrasi merupakan realitas yang fasad, rusak dan batil yang wajib diubah dengan kehidupan Islam (QS. al-Ra’d: 11).

Apakah ketika Rasulullah SAW hidup di bawah naungan sistem jahiliyyah, bermu’amalah makan dan minum di dalamnya, berdakwah dan meraih pengikut. Apakah dikatakan menikmati sistem jahiliyyah? Wal ‘iyaadzu billaah, Rasulullah SAW dan para sahabat mulia dan bersih dari hal itu semua.

Semua perkara wajib dikaji berdasarkan sudut pandang Islam; membuat KTP, surat-surat administratif, aktivitas dakwah, hukum bermu’amalah secara rinci dan lain sebagainya dengan sudut pandang Islam, dan itu semua tak menjadi dalih atas Demokrasi.

Ingat yaa ikhwatii fillaah.. Dakwah adalah kewajiban dari Allah, dan keberhasilannya pun berkat pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla bukan prinsip sesat kebebasan ala Demokrasi, lantas bagaimana mungkin kami ‘bersyukur’ pada Demokrasi dan paham sesat kebebasannya?? Padahal Demokrasi mengajarkan manusia takabbur kepada Allah -Dzat Yang Berhak Membuat Hukum- sehingga RIBA dan lokalisasi perzinaan yang termasuk dosa besar pengundang murka Allah LEGAL di negeri ini, kita temukan para penggiat perzinaan pendukung gang Dolly dan acara maksiat Miss World pun bebas berdalih akibat kebebasan sesat ajaran Demokrasi.

Maka jelas, Dialah Allah yang menolong dakwah ini…. Cukuplah kami bersyukur pada Allah. Sesungguhnya seorang mukmin da’i yang berjuang menegakkan syari’at Allah tidak akan pernah terhina dengan celaan orang yang mencela.

Ketiga, bagaimana mungkin kita menikmati demokrasi? Padahal kata menikmati identik dengan ridha’ dan puas. Jika kita merujuk pada KBBI Online (http://kbbi.web.id/), maka kita dapati makna kata “nikmat”, “menikmati” sebagai berikut:

nikmat /nik·mat/ 1 a enak; lezat: masakannya memang –; 2 a merasa puas; senang: — rasanya tidur di kamar sebagus ini; 3 npemberian atau karunia (dr Allah): Allah telah memberi — kpd manusia;

menikmati /me·nik·mati /v 1 merasai (sesuatu yg nikmat atau lezat): kami ~ makan minum; 2 mengecap; mengalami (sesuatu yg menyenangkan atau memuaskan): ~ hasil kemerdekaan;

penikmat /pe·nik·mat/ n orang yg menikmati (merasai, merasakan, mengecap, mengalami): mereka ~ puisi; ia memang seorang ~ hidup;

penikmatan /pe·nik·mat·an/ n proses, cara, perbuatan menikmati; pengecapan;

kenikmatan /ke·nik·mat·an/ n keadaan yg nikmat; keenakan; kesedapan; kesenangan: mengecap ~ peradaban modern

Lantas, bagaimana mungkin kita ridha’ menikmati sistem kufur Demokrasi yaa ikhwah fillaah?? Padahal Demokrasi sesat adalah sistem yang jelas-jelas mengajari manusia takabur membuat hukum mengambil hak Allah??

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ

“…Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS. Al-An’aam [6]: 57)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammad al-‘Umar menuturkan:

أرى من الواجب عليَّ وعلى كل عالم وكاتب إسلامي يؤمن بما أوجب الله سبحانه عليه من الدعوة إليه سبحانه وتعالى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر والسعي لإنقاذ الإنسانية عامة والأمة الإسلامية خاصة من أسباب الهلاك والشقاء.. أرى من الواجب المحتم: أن نبين للناس جميعًا حكامًا ومحكومين خطرًا عظيمًا يتهددهم بهلاك عقدي وأخلاقي واجتماعي واقتصادي وصحي.. يتهددهم بشقاء محتوم لكل من وقع في شراكه وسار في ركاب الواقعين فيه.. هذا الخطر العظيم هو ما يسمى بـ: الديمقراطية

“Saya memandang di antara kewajiban bagiku, bagi seluruh orang berilmu dan jurnalis muslim yang beriman terhadap apa yang diwajibkan Allah SWT kepadanya yakni berdakwah menyeru kepada-Nya, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan berupaya keras menyelamatkan umat manusia dan khususnya umat Islam dari berbagai hal yang membinasakan dan menimbulkan kesengsaraan.. Saya memandang diantara kewajiban yang tegas: wajib bagi kita menjelaskan kepada masyarakat, penguasa dan rakyatnya bahaya besar yang mengancam mereka dengan kehancuran akidah, akhlak, pergaulan sosial, perekonomian dan dunia kesehatan… serta mengancam mereka dengan kesengsaraan yang pasti bagi orang yang bersekutu di dalamnya dan berjalan di atas jalan kaum pragmatis.. Inilah bahaya besar yang dinamakan DEMOKRASI.” (Lihat: Haadzihi Hiya Al-Diimuqraathiyyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammaad al-‘Umar – Dar al-Hulayyah: Riyadh – Cet. I: 1424 H)

KESIMPULAN

Maka jawaban saya dan mereka yang sadar -meminjam salah satu bait sya’ir Imam Sufyan Tsauri -rahimahullaah- kiranya sudah cukup menggambarkan penolakan kami -kaum muslimin- terhadap tuduhan rendah ini… wal ‘iyaadzu billaah:

لا خير في لذّة من بعدها النّار

“Tiada kebaikan dalam kenikmatan yang akhirnya adalah neraka” (Lihat: Dâ’ al-Nufûs wa Sumûm al-Qulûb: al-Ma’âshi, Syaikh Azhari Ahmad Mahmud – Daar Ibn Khuzaimah: Riyaadh – Cet. Tahun: 1420 H/ 2000)

NASIHAT

Sebelum berbicara, alangkah baiknya jika ia memahami terlebih dahulu apa yang menjadi produk materi yang lahir dari akidah/ peradaban tertentu (madaniyyah khaashshah yang lahir dari hadharah) dan produk materi atau sains yang sifatnya umum tak terkait akidah, hadharah tertentu. Demokrasi harus dipahami dengan mentahqiiq faktanya benar-benar, lalu menghukuminya dengan pandangan Islam (dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah); karenanya ilmu amatlah penting.

Ucapan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla, jika tidak memahami apa yang dibicarakan sebaiknya diam, jika tidak itu akan menjadi bomerang di hari penghisaban. Alangkah baiknya mengingat pesan yang mulia dari Rasulullaah SAW:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ahmad & Malik)

Al-Hafizh al-Nawawi menjelaskan hadits di atas:

فمعناه أنه إذا أراد أن يتكلم فإن كان ما يتكلم به خيرا محققا يثاب عليه، واجبا أو مندوبا فليتكلم . وإن لم يظهر له أنه خير يثاب عليه، فليمسك عن الكلام سواء ظهر له أنه حرام أو مكروه أو مباح مستوي الطرفين . فعلى هذا يكون الكلام المباح مأمورا بتركه مندوبا إلى الإمساك عنه مخافة من انجراره إلى المحرم أو المكروه . وهذا يقع في العادة كثيرا أو غالبا

“Maknanya adalah jika seseorang ingin mengatakan sesuatu, jika didalamnya mengandung kebaikan dan ganjaran pahala, sama saja apakah wajib atau sunnah untuk diungkapkan maka ungkapkanlah. Jika belum jelas kebaikan perkataan tersebut diganjar dengan pahala maka ia harus menahan diri darinya, sama saja apakah jelas hukumnya haram, makruh atau mubah. Dan dalam hal ini perkataan yang mubah dianjurkan untuk ditinggalkan, disunnahkan untuk menahan diri darinya, karena khawatir perkataan ini berubah menjadi perkataan yang diharamkan atau dimakruhkan. Dan kasus kesalahan seperti ini banyak terjadi.”

الله المستعان

Lihat Lengkapnya:

Syabab HT Menikmati Demokrasi?

Inilah Jawaban-Jawaban Kami atas Berbagai Dalih Pembenaran Atas Demokrasi (Kumpulan Makalah Ilmiyyah)

Menikmati Demokrasi? Apa Kata Imam Sufyan al-Tsauri? 

Berterima Kasih Pada Demokrasi?

KH Shiddiq al-Jawi: Islam Menolak Demokrasi

Kerusakan Negeri Oleh Demokrasi

Siapa Diskriminatif?

Dalam Demokrasi, Siapapun Cenderung Jadi Buruk

Dampak Buruk Sistem Demokrasi

Wajah Buruk Demokrasi

Hakikat Buruk Demokrasi

Dengan Demokrasi, Orang Jadi Munafik

Hati-Hati dengan Penyesatan Istilah Batil “Selamat Natal”

Kholid

Hati-hati yaa ikhwatii fillaah

Saya membaca komentar yang jelas ganjil dan jelas kesalahannya dengan membedakan ucapan “selamat natal” dan ucapan “selamat merayakan natal”

Oknum akun ini menuliskan:

——————————————————-

“mengucapkan selamat natal dgn mengucapkan selamat merayakan natal bagi yg yg merayakan sama??? cek pelajaran bhs Indonesianya..pasti jebokkkk..”

“mengucapkan selamat natal dgn mengucapkan selamat merayakan natal bagi yg meramaikan sama??? ….(-sensor olok-olokan-).. belajar bhs indonesia dulu sana!!!

——————————————————-

Saya tak ragu untuk mengatakan bahwa ini adalah pernyataan aneh dan ganjil yang bisa timbul dari dua kemungkinan: – Ketidakpahaman terhadap bahasa indonesia,- ‘Ashabiyyah hizbiyyah (fanatisme buta golongan) membela tokoh golongannya -yg disebutkan tidak representatif atas institusinya-.

Padahal kata selamat itu sendiri dalam KBBI Online membantah pernyataannya, dan sudah menjadi pemahaman umum bahwa kata selamat natal dan selamat merayakan natal memiliki persamaan makna, sama seperti ungkapan selamat idul fithri dan selamat merayakan idul fithri -orang sudah jelas memahaminya sama-. Perbedaannya hanya pada PENGHEMATAN KATA (ini ilmu bahasa indonesia), BUKAN PERBEDAAN MAKNA:

Kata “Selamat” dalam kamus KBBI Online (http://kbbi.web.id/):

selamat /se·la·mat / 1 a terbebas dr bahaya, malapetaka, bencana; terhindar dr bahaya, malapetaka; bencana; tidak kurang suatu apa; tidak mendapat gangguan; kerusakan, dsb: ia — dr pembunuhan; 2 a sehat; 3 a tercapai maksud; tidak gagal; 4 n doa (ucapan, pernyataan, dsb) yg mengandung harapan supaya sejahtera (beruntung, tidak kurang suatu apa, dsb): ketika ia kawin, banyak handai tolannya yg memberi ucapan — kepadanya; 5 n pemberian salam mudah-mudahan dl keadaan baik (sejahtera, sehat dan afiat, dsb): — datang; — jalan; — malam (pagi, siang); — tahun baru; — tinggal;– berbahagia semoga mendapat kebahagiaan; — berjumpa mudah-mudahan selamat atas perjumpaan (ini); — berpisah mudah-mudahan selamat atas (selama) perpisahan; — datang mudah-mudahan selamat atas kedatangan (seseorang, tamu, dsb); — jalan mudah-mudahan selamat dl perjalanan; — malam mudah-mudahan selamat pd malam hari (ini); — menempuh hidup baru mudah-mudahan berbahagia dl pernikahan yg dilangsungkan; — pagi mudah-mudahan selamat pd pagi hari (ini); — sejahtera mudah-mudahan selamat tidak kurang suatu apa; — siang mudah-mudahan selamat pd siang hari (ini); — sore mudah-mudahan selamat pd sore hari (ini); — tinggal mudah-mudahan selamat bagi yg tinggal; — ulang tahun mudah-mudahan selamat dl memperingati hari lahir;

Maka makna selamat natal bermakna do’a keselamatan baginya -padahal mereka yang kafir jelas qath’iy akan diadzab Allah ‘Azza wa Jalla-.

SIKAP KITA

Islam mengajari kita prinsip dalam mengadopsi suatu ungkapan dan melarangnya jika ungkapan tersebut mengandung makna batil semisal ucapan “selamat natal”.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’inaa”, tetapi Katakanlah: “Unzhurnaa”, dan “dengarlah”. dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (TQS. al-Baqarah [2]: 104)[14]

Dalam banyak kutub tafsir, ayat ini menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwa Allah melarang orang-orang beriman menggunakan istilah raa’inaa dan mewajibkan mereka menggunakan istilah lain, yakni unzhurnaa. Secara bahasa, raa’inaa dan unzhurnaa bermakna sama: “Perhatikan urusan kami yaa Rasulullah.” Ketika para sahabat mengungkapkan kata raa’inaa kepada Rasulullah saw, orang Yahudi pun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut raa’inaa. Padahal yang mereka katakan ialah ru’uunah yang berarti kebodohan yang sangat, bebal dalam kejahilan sebagai ejekan kepada Rasulullah saw. Selanjutnya Allah melarang penggunaan kata raa’inaa. Sehingga, sejak itu para sahabat tidak lagi menggunakan istilah itu di hadapan Rasulullah saw, dan memakai istilah lain yang bebas dari penyimpangan.

Para ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil keharaman menggunakan istilah-istilah atau ungkapan yang bertentangan dengan Islam, dan larangan menyerupai orang kafir semisal penjelasan Al-Hafizh ibn Katsir dalam tafsirnya.

Ketika menafsirkan ayat ini, al-Hafizh al-Imam Ibn Katsiir berkata dalam kitab tafsirnya:

والغرض: أن الله تعالى نهى المؤمنين عن مشابهة الكافرين قولا وفعلا

“Maksudnya: Allah SWT melarang orang-orang beriman menyerupai orang-orang kafir dalam perkataan dan perbuatan mereka.”

Ibn Katsir pun menukil dalil hadits dari Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum tersebut.”[18]

Al-Hafizh Ibn Katsir pun menegaskan:

ففيه دلالة على النهي الشديد والتهديد والوعيد، على التشبه بالكفار في أقوالهم وأفعالهم، ولباسهم وأعيادهم، وعباداتهم وغير ذلك من أمورهم التي لم تشرع لنا ولا نُقَرر عليها

“Di dalam hadits ini, terdapat larangan, ancaman dan peringatan keras terhadap sikap menyerupai orang-orang kafir dalam perkataan, perbuatan, pakaian (khas-pen.), ritual, ibadah mereka, dan perkara-perkara lainnya yang tidak disyari’atkan dan tak sejalan dengan kita.”

Dan faktanya kita temukan bahwa para orang-orang nasrani terbiasa mengucapkan ungkapan ini sebagai do’a di antara mereka, sama seperti kaum muslimin yang saling mengucapkan selamat pada hari raya ‘Idul Fithri. Maka, jelas ucapan selamat natal adalah ucapan khas orang-orang Nasrani dan do’a di antara mereka di samping ungkapan yang mengandung kebatilan dalam pandangan Islam.

Di sisi lain:

– Islam mengajari kita prinsip AL-WALAA’ WAL BARAA”

– Islam pun melarang kita menjawab salam kaum kafir

– Islam pun melarang kita mencampuradukkan antara yang haq dan bathil

– Islam pun mengajari kita menjaga lisan- Islam pun melarang kita menyerupai orang-orang kafir yang saling mengucapkan selamat natal -ini termasuk kekhususan mereka-

– Islam pun mengajari kita menghormati perbedaan pendapat khilaafiyyah pada permasalahan yang dalil-dalilnya zhanniyyah, namun perbedaan pendapat dalam perkara qath’iyyah semisal akidah dan furuu’iyyah yang dalilnya dalil-dalil qath’iyyah adalah inhiraaf (penyimpangan) yang wajib ditolak!

– Ilmu memang penting

– Jauhi ‘ashabiyyah hizbiyyah (fanatisme golongan) yaa ikhwatii fillaah…

Lihat: Menyingkap Syubhat Kebebasan Berbicara Ajaran Sesat Demokrasi

Tanggapan Argumentatif Atas Pemberitaan Suara News tentang ‘Aib Individu Muslim

SN

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين، وبعد

Saya tidak ingin menanggapi situs ini sebenarnya -karena beberapa kali menerbitkan pemberitaan bermasalah-. Namun kali ini perlu saya sampaikan sejumlah catatan penting atas pemberitaannya tentang ‘aib individu yang disebutkan sebagai syabab HTI. Dan ini sebagai nasihat dan koreksi atas sesama kaum muslimin.

Saya tegaskan bahwa pemberitaannya bermasalah dari sudut pandang Islam –bi fadhlillaahi ta’aalaa saya berpengalaman sebagai redaktur pelaksana sebuah majalah Islam di Tangerang-. Ada sejumlah catatan kritis:

1- Ini informasi dan judge sepihak pada syabab HT, tidak ada klarifikasi dari pihak tertuduh, kita belum mengetahui duduk permasalahan sebenarnya, benarkah syabab HT tersebut sengaja ingkar janji? Atau lupa? Atau memang tidak ada janji? Atau adakah udzur syar’i lainnya sehingga ia tak menetapi janjinya? Tabayyun jelas perlu dilakukan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

(QS. Al-Hujuraat [49]: 6)

Karena para syabab HT pun dibina untuk menepati janji. Apakah karena kebencian sehingga orang-orang yang terlibat dalam publikasi berita ini tak bisa berbuat adil dalam pemberitaan?

Dan saya sayangkan, biasanya akan kita temukan pemberitaan seperti ini menjadi senjata bagi sebagian oknum yang tidak senang pada pihak lainnya untuk menstigma negatif pihak tersebut tanpa melihat benar tidaknya konten beritanya (dan ini memang terbukti dengan adanya olok-olokan sebagian oknum), maka jadilah mereka semua bersekutu dalam kemaksiatan menyebarkan pemberitaan yang bermasalah ini dari sudut pandang Islam.

2- Jika berita ini tidak benar, maka mengandung fitnah. Namun jika berita ini benar maka jelas mengandung ghibah, menggunjing kesalahan individual orang lain yang tidak menepati janji. Adakah alasan syar’i untuk memberitakan ‘aib ini jika memang benar seperti itu? Padahal ‘aib tersebut pada asalnya tersembunyi (bukan dari berita publik melainkan di antara empat mata), terlebih dipajang pula foto yang spesifik menunjukkan jati diri fulan ybs. (ditambahi dengan kritikan pada hal lainnya) sehingga orang lain bisa mengetahui ‘aib ybs. Tunjukkan pada saya alasan syar’i dari pemberitaan ghibah ini jika memang ada?? Apakah ini bagian dari akhlak muslim yaa ikhwatii fillaah? Allaahummaghfirlanaa.

Pertanggungjawaban di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla kelak. Berdasarkan ilmu, saya tidak melihat alasan syar’i untuk memberitakannya, coba bandingkan dengan penjelasan para ulama berikut ini:

Penjelasan Al-Hafizh An-Nawawi tentang Perincian Ghibah

Padahal situs ini mengklaim di akun fb-nya:

____________________________

“Situs Web Berita Islami

Aktual, Ramah, Beragam dan Berbeda. Suaranews.com

Silahkan Berkomentar asal beradab, sopan, bukan menfitnah. Kebijakan kami akan menghapus komentar yang tidak sesuai.”

____________________________

Semoga saja situs ini memperbaiki konten-konten beritanya sehingga menggambarkan apa yang menjadi visi misinya di atas. Namun, perlu saya sampaikan peringatan agung firman Allah ‘Azza wa Jalla ini:

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

(QS. Ash-Shaff [61]: 3)

3- Apa yang mesti dilakukan ketika menemukan kesalahan individual seperti kasus ini?

Kita sepakat bahwa mengingkari janji tanpa ada udzur syar’i dan tanpa memberikan informasi pembatalan janji secara baik-baik adalah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan. Apa yang mesti dilakukan untuk mengoreksinya? Dengan menyebarkan ‘aibnya? Menstigma negatif jama’ah dakwahnya??

Agama adalah nasihat, dan jika ada saudara sesama muslim melakukan kesalahan, siapapun ia, aktivis dakwah dari harakah islamiyyah manapun diantaranya syabab Hizbut Tahrir maka perhatikan bahwa Rasulullah  –shallallaahu ‘alayhi wa sallam-  bersabda:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

 “Agama itu adalah nasihat”

Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Rasulullah  –shallallaahu ‘alayhi wa sallam-  bersabda:

لِلّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَتِهِمْ

“Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.” (HR. Muslim)

Adapun penafsiran terdahap lafazh “an-nashiihah” dan jenis-jenisnya dalam hadits ini, dijelaskan Imam Ibn Daqiq al-‘Ied yang menukil pernyataan Imam al-Khithabi dan para ulama lainnya, diantaranya bentuk nasihat untuk kaum muslimin:

وأما نصيحة عامة المسلمين، وهم من عدا ولاة الأمر، فإرشادهم لمصالحهم في آخرتهم ودنياهم، وإعانتهم عليها، وستر عوراتهم وسد خلاتهم، ودفع المضار عنهم وجلب المنافع لهم، وأمرهم بالمعروف ونهيهم عن المنكر برفق وإخلاص، والشفقة عليهم وتوقير كبيرهم ورحمة صغيرهم، وتخولهم بالموعظة الحسنة وترك غشهم وحسدهم، وأن يحب لهم ما يحب لنفسه من الخير ويكره لهم ما يكره لنفسه من المكروه، والذب عن أموالهم وأعراضهم وغير ذلك من أحوالهم بالقول والفعل، وحثهم على التخلق بجميع ما ذكرناه من أنواع النصيحة. والله أعلم

“Adapun nasihat untuk kaum muslimin pada umumnya –selain para penguasa-, yakni dengan menunjuki mereka kepada kemaslahatan diri di akhirat dan di dunia, menolong mereka untuk mewujudkannya, menasihati agar mereka menutupi ‘auratnya, menutupi ‘aib mereka, menyingkirkan bahaya dari mereka dan mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan bagi mereka, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran dengan cara yang lembut dan niat ikhlas, mengasihi mereka, menghormati orang tua dan mengasihi yang kecil di antara mereka, memikat hati mereka dengan nasihat yang baik serta menjauhi sifat culas dan dengki, mencintai kebaikan bagi mereka sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri, dan membenci keburukan terjadi pada mereka sebagaimana ia benci jika hal itu terjadi padanya, membela harta, kehormatan dan lain sebagainya yang menjadi hak mereka dengan perkataan dan perbuatan dan  mendorong mereka untuk bertingkahlaku sebagaimana yang telah kami sebutkan dari beragam nasihat ini. Wallaahu A’lam.”

4- Judul berita ini provokatif, dan mengandung permasalahan

Saya memerhatikan biasanya judul berita yang provokatif (misalnya mengandung fitnah atau berlebihan) dibuat oleh oknum situs pragmatis sekular yang level situsnya masih di bawah standar. Ini merupakan fitnah ajaran kebebasan berpendapat  demokrasi sistem kufur. Benar apa yang disampaikan asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammad al-‘Umar menuturkan:

أرى من الواجب عليَّ وعلى كل عالم وكاتب إسلامي يؤمن بما أوجب الله سبحانه عليه من الدعوة إليه سبحانه وتعالى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر والسعي لإنقاذ الإنسانية عامة والأمة الإسلامية خاصة من أسباب الهلاك والشقاء.. أرى من الواجب المحتم: أن نبين للناس جميعًا حكامًا ومحكومين خطرًا عظيمًا يتهددهم بهلاك عقدي وأخلاقي واجتماعي واقتصادي وصحي.. يتهددهم بشقاء محتوم لكل من وقع في شراكه وسار في ركاب الواقعين فيه.. هذا الخطر العظيم هو ما يسمى بـ: الديمقراطية

“Saya memandang di antara kewajiban bagiku, bagi seluruh orang berilmu dan jurnalis muslim yang beriman terhadap apa yang diwajibkan Allah SWT kepadanya yakni berdakwah menyeru kepada-Nya, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan berupaya keras menyelamatkan umat manusia dan khususnya umat Islam dari berbagai hal yang membinasakan dan menimbulkan kesengsaraan.. Saya memandang diantara kewajiban yang tegas: wajib bagi kita menjelaskan kepada masyarakat, penguasa dan rakyatnya bahaya besar yang mengancam mereka dengan kehancuran akidah, akhlak, pergaulan sosial, perekonomian dan dunia kesehatan… serta mengancam mereka dengan kesengsaraan yang pasti bagi orang yang bersekutu di dalamnya dan berjalan di atas jalan kaum pragmatis.. Inilah bahaya besar yang dinamakan DEMOKRASI.” (Lihat: Haadzihi Hiya Al-Diimuqraathiyyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammaad al-‘Umar – Dar al-Hulayyah: Riyadh – Cet. I: 1424 H)

Judul seperti itu dibuat untuk mendongkrak rank situsnya, sehingga menarik perhatian pembaca dumay, menarik iklan dari konsumen.

Motif situs sekular seperti ini jelas rendah, maka mengherankan jika cara ini dicontoh pula oleh situs yang menyebut dirinya sebagai situs “berita islami aktual, ramah” terlepas apa motifnya sebenarnya, karena kebencian kah? Motif materi kah? Semoga saja Allah memberikan petunjuk-Nya dan mengampuni segala kekhilafan. Allaahummaghfirlanaa. Semoga Allah mengampuni kesalahan kita semua.

Namun sayangnya mereka perlu memahami, bahwa pembaca yang cerdas terlebih muslim yang paham agama justru akan membenci pemberitaan seperti ini yang sebenarnya tidak berbobot, tidak memenuhi standar pemberitaan ilmiyah, terlebih jika mengandung ghibah muharramah atau fitnah yang merupakan dosa besar. Pemberitaan seperti ini akan berbalik menjadi senjata mematikan bagi situs yang bersangkutan.

Ini nasihat dan koreksi saya. Semoga Allah mengampuni kesalahan kita semua, dan membimbing kita senantiasa di jalan-Nya yang lurus.

Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari,  Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ahmad & Malik)

Akhuukum fillaah

Irfan Abu Naveed