Pesan Amir HT: Apa yang Bisa Memperbaiki Generasi Umat Ini?

Sumber: Link FP Amir HT

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Apakah urusan umat ini tidak akan membaik kecuali dengan apa yang memperbaiki generasi awal umat ini?

Bukankah bangkitnya kemuliaan kaum muslimin adalah tegaknya al-Khilafah?
Bukankah permasalahan utama kaum muslimin saat ini adalah penegakkan al-Khilafah?
Bukankah barangsiapa yang meninggal sedangkan di pundaknya tiada bai’at pada Khalifah yang berhukum dengan syari’at Allah adalah seperti matinya orang yang mati jahiliyyah?
Bukankah ini merupakan kewajiban?

Begitulah wahai kaum muslimin, maka sesungguhnya urusan umat ini tidak akan membaik kecuali dengan apa yang telah memperbaiki generasi pertama umat ini… Negara yang menghukumi dengan kebenaran dan menerapkan Islam dengan adil, Khilafah yang tegak di atas manhaj kenabian yang berjalan di atas jalan kekhilafahan yang pertama menerapkan Islam di dalam negeri dan mengirimkan para tentara pejuangnya untuk menyebarkan Islam ke luar negeri…

Diantara pesan al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu ar-Rasythah Amir Hizbut Tahrir berkaitan dengan pembukaan muktamar “Thuuq an-Najaah – Sudan.” (Terjemah Lajnah Tsaqafiyyah DPD II HTI Cianjur).

Like FP & Ikuti: FP Al-‘Alim Asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasytah

Bahasan Thariqul Iman (Kitab HT) & Penjelasan Imam Ibnu Qudamah

Ibnu Qudamah

Membaca apa yang diungkapkan oleh Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi, meneguhkan bahwa apa yang dijelaskan al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani -rahimahullaah- dalam kitab Nizhaam al-Islaam, Bab. Thariiq al-Iimaan khususnya, sudah dijelaskan oleh para pendahulunya, baik dari kalangan ulama salaf maupun khalaf.

Maka dari itu saya menyayangkan tuduhan sebuah buku yang dikarang oleh seseorang –ghafarallaahu lahu– yang memfitnah HT sebagai mu’tazilah judud (Neo Mu’tazilah), yang lebih mengherankan jika ada yang mengklaim bahwa itu hasil kajian atas kitab Nizhaam al-Islaam, yang ditulis oleh seorang ulama besar abad 19, al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani –rahimahullaah-, pemikir ulung, mutsaqafun, pendiri HT. Padahal pembahasan akal yang dijelaskan dalam kitab tersebut adalah pemahaman shahih yang sudah dijelaskan oleh para ulama salaf dan khalaf dan bertentangan dengan pemahaman Mu’tazilah, di sisi lain dalam kitab tersebut pada bab Qadha dan Qadar pun al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani mengoreksi pemahaman Mu’tazilah, lalu apa dasar dari tuduhan tersebut? Allaahummaghfirlanaa…

Ini salah satu buktinya: Pemuda Idealis VS Pemuda Pragmatis

Dan apa yang dijelaskan oleh salah seorang ulama besar, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi -rahimahullaah- menuturkan:

“Maka mentafakuri Dzat-Nya Yang Maha Suci tidak diperbolehkan, karena akal akan gagal mencapai hal tersebut, karena Dzat Allah lebih agung dari apa yang terbersit dalam akal manusia dengan memikirkan Dzat-Nya, atau akan mengakibatkan timbulnya kerancuan dalam qalbu dengan penggambaran Dzat-Nya padahal:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuuraa’ [42]: 11)

“Lain halnya dengan mentafakuri makhluk-makhluk Allah, al-Qur’an telah mendorong manusia untuk melakukannya, misalnya firman Allah:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Aali Imraan [3]: 190)

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Yuunus [10]: 101)

“Dan di antara ayat Allah adalah manusia yang merupakan makhluk dari nuthfah, maka manusia sudah semestinya mentafakuri dirinya, karena dalam penciptaannya terkandung keajaiban-keajaiban yang menunjukkan keagungan Allah SWT….”

Lihat: Imam Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi. 1418 H. Mukhtashar Minhaaj al-Qaashidiin. Cet. III. Beirut: Dar al-Khayr.

Lajnah Tsaqafiyyah DPD II HTI Cianjur.

Ikut-halaqoh-ikhwan

Tanya Jawab atas Ungkapan “Jihad Bukan Metode untuk Menegakkan al-Khilafah”

Jihad

Tanya Jawab Kepada Lone Traveller

Penerjemah: Irfan Abu Naveed (Lajnah Tsaqafiyyah DPD II HTI Cianjur)

Sumber Tanya Jawab (Like):

FP Al-’Alim Asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah –Hafizhahullaah

Situs Resmi-’Alim Asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah –Hafizhahullaah

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Wahai Syaikh kami Amir HT:

Kita berpandangan bahwa menegakkan Khilafah dan Jihad adalah dua kewajiban yang berbeda, membenarkan poin bahwa jihad tidak menjadi metode untuk menegakkan al-Khilafah. Dapatkah anda jelaskan perbedaan kewajiban tersebut? Semoga Allah menerima amal ibadah anda dan menganugerahi anda taufik untuk menjaga (pemikiran) umat ini dan:

(نحن نقول إن الجهاد فرض، والخلافة فرض، لكنَّ الجهاد ليس هو الطريقة لإقامة الخلافة… أرجو توضيح الأمر…)

“Kami katakan bahwa jihad hukumnya fardhu, dan Khilafah pun fardhu, akan tetapi jihad bukanlah metode untuk menegakkan al-Khilafah… Saya memohon penjelasan atas permasalahan ini…”

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Terdapat hal-hal pokok yang wajib dipahami dengan baik karena hal itu akan memperjelas jawaban:

Pertama, sesungguhnya dalil-dalil yang dicari untuk menggali suatu hukum syara’ untuk suatu masalah adalah dalil-dalil yang memang untuk masalah tersebut bukan dalil-dalil dalam masalah lainnya (di luar konteks pembahasan-pen.):

  1. Misalnya jika saya ingin mengetahui bagaimana tatacara berwudhu, maka saya akan mencari dalil-dalil wudhu yang ada, sama saja apakah turun di Makkah atau Madinah, dan digali hukum syara’ darinya berdasarkan ilmu ushul yang diadopsi… Dan saya tidak akan mencari dalil-dalil shaum untuk diambil darinya hukum wudhu dan tatacaranya.

  2. Dan misalnya jika saya ingin mengetahui hukum-hukum haji, maka demikian pula saya akan mencari dalil-dalil haji yang ada, sama saja apakah turun di Makkah atau di Madinah dan digali darinya hukum syara’ berdasarkan ilmu ushul yang diadopsi, dan saya tidak akan mencari dalil-dalil shalat untuk diturunkan darinya hukum haji dan tatacaranya.

  3. Dan misalnya jika saya ingin mengetahui hukum-hukum jihad, baik yang sifatnya hukum bagi individu maupun kifaayah, baik jihad defensif atau jihad ofensif, apa-apa yang berkaitan dengan jihad dari hukum-hukum futuhat dan penyebaran Islam, sama saja apakah futuhat dengan cara paksaan atau dengan jalan damai… Maka saya akan mencari dalil-dalil jihad yang ada, sama saja apakah turun di Makkah atau di Madinah, dan digali darinya hukum syara’ berdasarkan ilmu ushul yang diadopsi, dan saya tidak akan mencari dalil-dalil zakat untuk diturunkan darinya hukum jihad dan perinciannya.

  4. Begitu pula dengan setiap permasalahan, ia mesti dicari dalil-dalil berdasarkan tempat diturunkannya di Makkah atau di Madinah, dan digali darinya hukum syara’ untuk suatu permasalahan dari dalil-dalil ini berdasarkan ilmu ushul yang diadopsi.

Kedua, dan sekarang saatnya kita meninjau permasalahan menegakkan Negara Islam, dan kita mencari dalil-dalilnya, sama saja apakah diturunkan di Makkah atau di Madinah, dan kita gali darinya hukum syara’ berdasarkan ilmu ushul yang diadopsi.

  1. Sesungguhnya kita tidak menemukan dalil-dalil apapun mengenai menegakkan Negara Islam kecuali dari apa yang dijelaskan Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam– dalam Siirah-nya ketika di Makkah al-Mukarramah, dimana sungguh beliau telah menyeru kepada Islam secara sembunyi-sembunyi, hingga beliau membentuk kelompok orang-orang beriman yang sabar… Kemudian beliau bergerak secara terang-terangan di Makkah dan dalam beragam musim… Kemudian beliau meminta pertolongan kepada ahlul quwwah, dan Allah –Subhaanahu wa Ta’aalaa- memuliakannya dengan pertolongan kaum Anshar, maka beliau hijrah kepada tempat mereka dan menegakkan suatu negara.

  2. Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam– tidak pernah memerangi penduduk Makkah untuk menegakkan suatu Negara Islam, tidak pula beliau memerangi suku manapun untuk menegakkan suatu Negara Islam, meski memang Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam– dan para shabatnya –ridhwaanullaahi ‘alayhim- adalah para pahlawan dalam peperangan, kuat lagi bertakwa… Akan tetapi Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam– tidak menggunakan jalan peperangan untuk menegakkan Negara Islam, akan tetapi terus konsisten berdakwah dan meminta pertolongan ahlul quwwah hingga akhirnya kaum Anshar menjawab seruan dakwahnya sehingga menegakkan Negara Islam.

  3. Kemudian diwajibkannya hukum jihad adalah untuk melakukan futuhat dan penyebaran Islam, melindungi Negara Islam, dan jihad tidak diwajibkan untuk menegakkan Negara Islam, dan setiap permasalahan ini sudah jelas dalam Siirah Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam-.

  4. Dan begitu pula jika ingin mengetahui tatacara penegakkan Negara Islam, maka diadopsi dari perbuatan (sunnah) Rasulullah –shallallaahu ’alayhi wa sallam– berupa dakwah serta meminta pertolongan dan sambutan kaum Anshar (penolong dakwah-pen.) sehingga mampu menegakkan Negara Islam…

Dan jika saya ingin mengetahui hukum-hukum jihad, maka diambil dari dalil-dalil syar’iyyah yang berkaitan dengan jihad, maka setiap kewajiban diambil dalil-dalilnya dari dalil-dalil syar’iyyah yang berkaitan dengannya, maka kewajiban menegakkan Negara Islam diambil dari dalil-dalil penegakkan Negara Islam, dan jihad diambil dari dalil-dalil mengenai jihad, dan konsisten terhadapnya sesuai tujuannya dan Allah yang memberikan kepada kita taufik-Nya. []

Saudaramu ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasytah

28 Rajab 1435 H/ 27 Mei 2014

Like FP al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasythah: Link FP

Tanya Jawab: Menyaksikan Film ‘Panas’ dan Tikaman (Fitnah) Atas Hizbut Tahrir

970257_166324286868990_814781847_n

Tanya Jawab Kepada Omar Daragmeh

Sumber Tanya Jawab:

FP Al-‘Alim Asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah –Hafizhahullaah

Penerjemah: Irfan Abu Naveed (Lajnah Tsaqafiyyah DPD II HTI Cianjur)

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Wahai Syaikh kami, harapan (kami) engkau wahai Syaikh kami menjawab setiap tuduhan pada Hizbut Tahrir dalam banyak hal, dan di antara yang paling gencar adalah seputar menyaksikan film-film ‘panas’??

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Mengenai bahasan film-film ‘panas’.. sesungguhnya pandangan kami sudah jelas atasnya, dan sungguh telah diterbitkan soal jawab yang jelas, tidak mengandung kesamaran dalam permasalahan ini, dan penjelasan tersebut menggambarkan pandangan resmi kami dan ini poinnya:

Adapun menyaksikan film-film ‘panas’ maka hukumnya haram meskipun hanya berbentuk gambar dan bukan tubuh secara hakiki, hal ini didasarkan pada kaidah syar’iyyah dalam bab ini yakni:

اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ حَرَامٌ

“Wasilah yang mengantarkan kepada yang haram hukumnya haram.”

Dan tidak disyaratkan di dalam kaidah ini bahwa wasilah tersebut harus mengantarkan kepada yang haram secara pasti (qath’iy), tapi cukup dengan dugaan kuat (ghalabatuzh-zhann). Dan film-film ini diduga kuat mengantarkan orang yang menyaksikannya kepada perkara haram, oleh karena itu kaidah ini bisa diterapkan pada kasus ini. Maka dari itu tidak boleh menghadirinya dan tidak boleh berdiam diri di dalamnya.

Mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan syabab Hizbut Tahrir menghadapi umat Islam yang menghadiri pertunjukkan film tersebut, maka sesungguhnya sebagian besar orang yang menghadiri pertunjukkan film seperti itu adalah orang-orang yang jatuh dalam hura-hura dimana perintah dan larangan tidak lagi bermanfaat bagi mereka kecuali orang yang mendapat rahmat dari Rabnya. Maka dari itu, jika para syabab memiliki cara yang kuat, yang mampu menghalangi dan bijak, maka lakukanlah. Dan mungkin maksud si penanya ini ada sebagian dari kerabatnya yang membuatnya sedih karena ia melihatnya sedang terjerumus dalam perilaku yang sakit ini, maka ia harus menjauhkannya dari kebiasaannya itu. Jika masalahnya memang demikian, maka ia harus memerintah dan melarangnya, serta memilih cara-cara yang sesuai (tepat), semoga Allah membimbingnya. Dan iapun dengan tindakannya itu berhak mendapatkan pahala, insya Allah dengan izin-Nya.

Kaum muslimin pada hari ini dikepung oleh berbagai keburukan dari segala penjuru karena lenyapnya khilafah mereka. Maka selayaknya bagi umat Islam untuk tidak menyisihkan waktu luang lagi meski untuk sekedar melakukan hiburan yang bersifat mubah, lantas bagaimana jika dia menggunakannya untuk hiburan yang haram? Wal ‘iyaadzu billaah. Sesungguhnya wajib bagi kalian, ayyuhal ikhwah, untuk menghadapi umat Islam dengan sikap yang kuat, meski tetap dengan bijaksana, untuk menasehati mereka agar memenuhi waktu mereka dengan berbagai perbuatan baik, keuletan dan kesungguhan dalam beramal untuk mengembalikan khilafah, dan menyelamatkan umat dari keburukan-keburukan ini”.

Adapun mereka yang menikam (Hizbut Tahrir), maka mereka sebenarnya bukanlah para penuntut ilmu yang benar, karena jika tidak begitu maka sudah semestinya mereka mengkaji terlebih dahulu kitab-kitab kami, website-website resmi kami, karena dalam media-media tersebut mereka akan menemukan suatu kelembutan yang tidak mereka percayai, dan kemurnian yang tidak mereka temukan kecuali di sisi para kekasih Allah yang membentangkan pandangannya pada akhirat di atas dan di atas perhatian mereka pada dunia…

Sesungguhnya mereka yang menikam Hizbut Tahrir menyandarkan (tikamannya) pada kitab-kitab dari selain kami, seakan-akan mereka tidak mengetahui dosa besar yang berlipat-lipat atas perbuatan fitnah:

قُلْ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ

“ Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung.” (QS. Yuunus [10]: 69)

Saudaramu ‘Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah

9 Rajab 1434 H/ 19 Mei 2014

Setiap Huruf dalam Al-Qur’an Mengandung Asrâr (Berbagai Rahasia Kandungan Makna)

Al-Quran-Al-Kariim

Saya (Irfan Abu Naveed) seringkali termotivasi untaian hikmah yang disampaikan salah seorang Ustadz dari Mesir (orang Mesir), Dosen Tafsir di tempat saya bekerja ketika kami berdiskusi tentang ilmu balaaghah dan tafsir al-Qur’an, beliau al-Ustadz asy-Syaikh Hisyam asy-Syansyawri al-Mishriy menuturkan:

لكل حرف من حروف القرآن فيه أسرار

“Setiap huruf dari huruf-huruf Al-Qur’an mengandung pelbagai rahasia (kandungan makna, -).”

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’ân, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’râf [7]: 204)

Menafsirkan ayat ini, Imam Abu Ja’far al-Thabariy menuturkan:

يقول تعالى ذكره للمؤمنين به، المصدقين بكتابه، الذين القرآنُ لهم هدى ورحمة:(إذا قرئ)، عليكم، أيها المؤمنون، (القرآن فاستمعوا له)، يقول: أصغوا له سمعكم، لتتفهموا آياته، وتعتبروا بمواعظه (وأنصتوا) إليه لتعقلوه وتتدبروه … (لعلكم ترحمون)، يقول: ليرحمكم ربكم باتعاظكم بمواعظه، واعتباركم بعبره، واستعمالكم ما بينه لكم ربكم من فرائضه في آياته

“Allah SWT berfirman untuk memperingatkan orang-orang beriman, yakni orang-orang yang membenarkan kitab-Nya, yakni al-Qur’an yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi mereka: (jika dibacakan (al-Qur’an)) terhadap kalian wahai orang-orang yang beriman (maka dengarkanlah) yakni dengarkan dengan pendengaran kalian agar memahami ayat-ayat-Nya dan mengambil pelajaran dari petunjuk-petunjuk-Nya, (dan perhatikanlah) untuk memikirkan dan mentadaburinya (agar kalian mendapat rahmat) agar Allah merahmati kalian dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya, mempelajari ajaran-ajaran-Nya, dan menjalankan berbagai kewajiban yang dijelaskan-Nya terhadap kalian dalam ayat-ayat-Nya.” (Lihat: Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil al-Qur’aan, Imam Abu Ja’far al-Thabariy – al-Maktabah al-Syamilah)

Imam al-Alusiy menafsirkan frase (لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ):

أي لكي تفوزوا بالرحمة التي هي أقصى ثمراته

“Yakni agar kalian meraih kemenangan dengan adanya rahmat Allah yang merupakan anugerah-Nya yang paling luhur.” (Lihat: Ruuh al-Ma’aaniy fii Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim wa al-Sab’u al-Matsaaniy, Syihabuddin Mahmud ibn ‘Abdullah al-Husayniy al-Alusiy – al-Maktabah al-Syamilah)

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan Al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Israa’ [17] : 82)

Imam Ibn Qayyim menjelaskan:

والأظهر أن “من” هنا لبيان الجنس فالقرآن جميعه شفاء ورحمة للمؤمنين

“Dan sudah jelas bahwa lafazh min dalam ayat ini untuk menjelaskan jenis, artinya seluruh ayat-ayat al-Qur’an merupakan penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (Lihat: Ighaatsatul Lahfan (1/24))

Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad al-Sadhan mengatakan:

وانظر إلى كلمة شفاء، ولم يقل دواء لأنها نتيجة ظاهرة، أما الدواء فيحتمل أن يشفي وقد لا يشفي

“Dan lihatlah kata syifaa’ (penawar), Allah tidak mengatakan dawaa’ (obat) karena kata syifaa’ ini mendatangkan hasil yang jelas/nyata. Adapun ad-dawaa’ (obat) adakalanya menyembuhkan dan terkadang tidak.”

Para ulama pun menjelaskan:

من) هنا بيانية فالقرآن كله شفاء ودواء لكل داء فمن آمن به وأحلَّ حلاله وحرّم حرامه انتفع به انتفاعا كبيرا، ومن صَدَقَ الله في قصده وإرادته شفاه الله تعالى وعافاه من دائه

“Kata min dalam ayat ini sebagai penjelasan, maka al-Qur’an seluruh ayat-ayatnya merupakan penawar dan obat bagi segala penyakit. Barangsiapa mengimani al-Qur’an, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya maka ia meraih manfaat yang besar dari al-Qur’an. Dan barangsiapa membenarkan Allah, mencakup tujuan dan kehendak hidupnya, maka Allah akan menyembuhkan dan mengampuninya dari segala penyakit.”

Allah pun berfirman:

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

”Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman.” (QS. Fushshilat [41]: 44)

Syaikh ‘Abdurrahman al-Sa’di mengungkapkan:

أي يهديهم لطريق الرشد، والصراط المستقيم، ويعلمهم من العلوم النافعة ما به تحصل الهداية التامة. وشفاء لهم من الأسقام البدنية، والأسقام القلبية، لأنه يزجر عن مساوئ الأخلاق، وأقبح الأعمال، ويحث على التوبة النصوح، التي تغسل الذنوب، وتشفي القلب.” (تيسير الكريم الرحمن – ٤٠٣/٤

“Yakni: Allah membimbing mereka ke jalan petunjuk dan jalan yang lurus, Allah pun mengajari mereka ilmu-ilmu bermanfaat yang mengantarkan kepada petunjuk yang sempurna. Serta sebagai obat penawar bagi berbagai penyakit badan dan penyakit hati yang menimpa mereka, karena al-Qur’an melarang akhlak dan amal perbuatan yang buruk, disamping mendorong manusia untuk bertaubat sungguh-sungguh, yang mencuci dosa-dosa dan menjadi penawar qalbu.”

Semua penjelasan berharga ini, sudah semestinya mendorong seorang muslim untuk semakin bersemangat dalam menuntut ilmu, diantaranya ilmu balaagah dan ilmu-ilmu lainnya yang bertalian dengan al-Qur’an, untuk memperdalam interaksi dengan Kalaamullaah yang agung ini, tadabbur dan pengamalan. Yassarallaahu umuuranaa.

Tak cukup dibaca, dipelajari, Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup kita (asy-syarii’ah al-islaamiyyah), pun wajib di amalkan secara kaaffah, sudah semestinya kita perjuangkan bersama, berjama’ah dlm jama’ah dakwah yang berjuang di atas manhaj dakwah Rasulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 21)

Dalam ayat ini, setidaknya terdapat dua penegasan -dalam ilmu balaaghah jika khabar mengandung lebih dari satu penegasan, dinamakan khabar inkariy yakni menghapuskan pengingkaran dan keraguan-, yakni laam al-ibtidaa’ dan kata qad+fi’l maadhiy (لقد). Dan ayat ini pun mengandung qariinah jaazimah dari kewajiban meneladani Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam. Wallaahu a’lam bish-shawaab… Yassarallaahu umuuranaa…

Sudah pasti kebaikan dan keberuntungan bagi orang yang mengamalkan al-Qur’an, meneladani Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam.

Semoga Allah membimbing kita semua untuk menapaki jalan-Nya dan jalan Rasul-Nya yang lurus dan istiqaamah dalam kebenaran…

Hati-Hati Terhadap Tipu Daya Tazyiin (Menghiasi Keburukan dengan Wajah Kebaikan)

Iblis

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Saya tak ragu sedikit pun untuk menyatakan bahwa Demokrasi, Sekularisme, Liberalisme, Pluralisme, Komunisme, Kapitalisme, dan isme-isme sesat menyesatkan lainnya bagian dari senjata iblis dan syaithan (golongan jin dan manusia) dalam mengelabui manusia. Hal itu tak ditetapkan kecuali berdasarkan ilmu dan pendalaman, hasil dari pengkajian mendalam dan pengamatan yang panjang bersama para ulama, mutsaqafun, pakar politik Islam dan cendekiawan muslim, doktor dan masyaayikh Timur Tengah yang saya ambil ilmunya dari majelis-majelis ilmu, halaqah-halaqah ilmiyyah, daurah-daurah syar’iyyah, kutub mufiidah, korespondensi dan munaaqasyah (diskusi) empat mata khususnya dengan para doktor, masyaayikh dari Timur Tengah (dan sebagian dari mereka bukanlah syabab atau ulama yang tergabung dalam barisan HT).

Penting untuk dipahami bahwa Iblis dan syaithan-syaithan yang dilaknat Allah adalah musuh hamba-hamba Allâh, visi dan misi permusuhan mereka Allâh informasikan dalam ayat-ayat yang agung berikut ini:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (١٦) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (١٧

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).” (QS. al-A’râf [7]: 16-17)

Dalam ayat lainnya:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis berkata: “Ya Rabb-ku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (TQS. al-Hijr [15]: 39)

Pernyataan iblis yang diinformasikan Allâh dalam ayat-ayat di atas, menelanjangi visi misi yang diperjuangkannya menggunakan berbagai cara tanpa kenal lelah. Allah informasikan dalam al-Qur’an, bahwa Iblis mengungkapkan berbagai pernyataannya dengan kata-kata yang diperkuat, yakni menggunakan لام الابتداء ونون التوكيد yaitu penegasan-penegasan yang memberi arti sangat serius dan menuntut keseriusan.

Diantaranya dalam lafazh-lafazh berikut:لأتخذنّ، لأضلنّ، لأمنينّ، لامرنّ، لأقعدنّ، لاتينّ، لأزيننّ، لأغوينّ

Dalam tinjauan pemahaman bahasa arab: semua kata kerja yang diungkapkan Iblis didahului dengan huruf لام الابتداء yang mengandung makna sungguh dan ditambah dengan نّ yang berarti benar-benar.

Imam Ibn al-Jawzi –rahimahullaah- menegaskan:

فالواجب على العاقل أن يأخذ حذره من هذا العدو الذي قد أبان عدواته من زمن آدم عليه الصلاة والسلام وقد بذل عمره ونفسه في فساد أحوال بني آدم وقد أمر الله تعالى بالحذر منه

“Maka wajib bagi orang yang berakal untuk mawas diri terhadap musuh yang satu ini (Iblis, syaithan-pen.) yang telah menyatakan permusuhannya semenjak masa Adam –‘alayhissalaam- dan ia bersungguh-sungguh mengerahkan segenap waktunya, jiwanya untuk merusak Bani Adam dan Allah SWT telah memperingatkan kita darinya.” (Imam Ibn Al-Jawzi. Talbiis Ibliis. Jilid I, Hlm. 203-204)

Lihat: Imam Abu al-Faraj ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin al-Jawzi. Talbiis Ibliis. Muhaqqiq: Dr. Ahmad bin Utsman al-Mazid. Dar al-Wathan.

Dan evaluasi ada di pihak mana anda saat ini? Sistem warisan Rasulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- adalah al-Khilaafah al-Islaamiyyah, bukan Demokrasi, Monarki, Republik, dll. atau dengan kata lain inilah ajaran as-salaf ash-shaalih; ahlus sunnah wal jamaa’ah sebagaimana dijelaskan para ulama. [] Allah al-Musta’aan.

#IndonesiaMilikAllah
#SuksesKIP_SuksesOpiniDakwah

Al-Faqiir ilaa Allah Irfan Abu Naveed

Penulis Buku Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia

Da’i yang Menyeru Kepada Petunjuk atau Kesesatan?

581175_572845059418080_1319523728_n

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Daa’i seperti apakah anda? Imam Ibn Manzhur (w. 711 H) ketika mendefinisikan kata daa’i menyatakan:

الدعاة: قوم يدعون إلى بيعة هُدى أو ضلالة، واحدهم داع. ورجل داعية إذا كان يدعو الناس إلى بدعة أو دين، أُدخلت الهاءَ فيه للمبالغة. والنبي -صلى الله عليه وسلم- داعي الله تعالى، وكذلك المؤذن

“Du’aat adalah kaum yang menyeru kepada petunjuk atau kesesatan, tunggalnya adalah daa’i. Dan seorang disebut daa’iyyah jika ia menyeru manusia kepada bid’ah atau din, dan ditambahkan kata haa’ sebagai penegasan. Dan Nabi –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- adalah da’i Allah, begitu pula orang yang berazan.” (Lihat: Imam Ibn Manzhur. Lisaan al-‘Arab. Juz. IV, Hlm. 361; Lihat pula al-Mu’jam al-Wasiith, Hlm. 287)

Rasulullaah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- adalah teladan bagi para da’i ilaa Allah:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 21)

Ayat yang agung ini diawali dengan penegasan-penegasan, dimana dalam ilmu balaaghah penegasan-penegasan ini menafikan segala bentuk keraguan dan penolakan. Keteladanan beliau pun mencakup metode dakwah dan keteguhan dalam berdakwah tanpa kenal lelah. Semoga kita termasuk orang yang menempuh jalannya dan berupaya meneladani keteguhannya…

Daa’i ilaa Allah sudah semestinya mendakwahi umat agar menjadikan Islam sebagai solusi kehidupan, mengungkapkan keburukan sistem dan ideologi rusak produk hawa nafsu manusia (saat ini; demokrasi, sekularisme, kapitalisme, komunisme, -), mengadopsi permasalahan umat dan menjelaskan hukum syara’ atasnya, memahamkan umat akan kesesatan ajaran SEPILIS dan yang semisalnya, dikatakan sebagaimana dituturkan sya’ir:

عرفت الشرّ لا للشرّ لكن لتوقيّه
ومن لا يعرف الشرّ من النّاس يقع فيه

“Aku mengetahui keburukan bukan tuk melakukan keburukan, melainkan memproteksi diri darinya”
“Dan barangsiapa tak mengetahui keburukan, maka ia akan terjerumus ke dalamnya”

Dan dikatakan kepada Umar bin al-Khaththab –radhiyallaahu ’anhu- bahwa seseorang tidak mengetahui sesuatu yang buruk, lalu Umar berkata:

أحذر أن يقع فيه

“Peringatkan ia agar tidak terjerumus pada keburukan.” (Lihat: Prof. Dr. Muhammad Ali ash-Shabuni. Rawâ’i al-Bayân (Tafsîr Aayât al-Ahkâm). Juz. I/ Hlm. 76).

Allah al-Musta’aan.

Al-Faqiir ilaa Allah Irfan Abu Naveed

Penulis Buku Jin dan Dukun Hitam Putih Indonesia

Referensi:

:: Ibn Manzhur. 1419 H. Lisaan al-‘Arab. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabiy.

:: Prof. Dr. Muhammad Ali ash-Shabuni. 1400 H. Rawâ’i al-Bayân (Tafsîr Aayât al-Ahkâm). Damaskus: Maktabah al-Ghazali. Cet. III.

:: Al-Mu’jam al-Wasiith. Cet. IV. Mesir: Maktabah asy-Syuruq ad-Dawliyyah.

Tanya Jawab: Bagaimana Meruqyah Istri yang Sedang Hamil?

cover-buku-1.jpg

Pertanyaan

Assalamualaikum

Ustadz ana mau bertanya bagaimana meruqyat (meruqyah) istri yg lagi hamil. atau doa yg bagus buat nya..

Sdr. SJF

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد

Ruqyah syar’iyyah termasuk sunnah Rasulullah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- yang praktis bisa diamalkan oleh setiap umatnya.

Fungsi Ruqyah Syar’iyyah: Preventif & Kuratif

Memahami hadits-hadits Rasulullah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- mengenai ruqyah syar’iyyah, bisa kita simpulkan bahwa ruqyah mengandung dua fungsi:

Pertama, fungsi preventif yakni mencegah dari segala keburukan, baik gangguan jin, sihir, maupun makhluk lainnya.

Kedua, fungsi kuratif, yakni mengobati ketika sakit atau gangguan sudah menimpa manusia.

Sebagaimana dituturkan oleh para ulama dalam kitab Fataawaa al-Azhar:

الرقى جمع رقية، وهى كلمات يقولها الناس لدفع شر أو رفعه ، أى يحصنون بها أنفسهم حتى لا يصيبهم مكروه ، أو يعالجون بها مريضا حتى يبرأ من مرضه

Al-Ruqaa’ jamak dari ruqyah, merupakan kata-kata yang diucapkan manusia untuk menangkal keburukan atau menghilangkannya, yakni membentengi diri dari hal-hal yang dibenci dengannya, atau mengobati orang yang sakit hingga terbebas dari penyakitnya.”

Di sisi lain, Namun, diantara definisi yang paling lengkap memenuhi aspek jaami’ dan maani’, diungkapkan Syaikh Muhammad al-Juraniy sebagai berikut:

هي تعويذ (وقاية) المريض بقراءة شيءٍ من القرآن الكريم وأسماء الله وصفاته مع الأدعية الشرعية باللسان العربي -أو ما يعرف معناه- مع النفث ؛ لرفع العلة والمرض

“Ruqyah yakni do’a perlindungan (pencegahan) bagi orang yang sakit dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an al-Karim, Nama-Nama Allah dan Sifat-Sifat-Nya, disamping do’a-do’a syar’i yang menggunakan bahasa arab –atau selain bahasa arab yang diketahui maknanya- disertai hembusan nafas; untuk menghilangkan penderitaan dan penyakit.”[1]

Maka dari itu, ruqyah bisa sangat berfaidah bagi seorang muslimah yang sedang hamil, untuk memperlindungkan dirinya dan janin buah hati tercinta kepada Allah dari segala gangguan, baik gangguan penyakit medis maupun non medis (jin, sihir, -).

Cara meruqyah istri, bisa baca dan download dulu ini: Download Makalah-Makalah Ruqyah, Jin dan Sihir

Syarat Ruqyah Syar’iyyah

Suatu ruqyah dinyatakan syar’iyyah jika memenuhi tiga syarat:

أولاً : أن تكون بكلام الله تعالى أو بأسمائه وصفاته.

وثانياً : أن تكون باللسان العربي ، أو بما يعرف معناه ، لا بالألفاظ المجهولة والمُطَلْسَمة والتَمْتَمَات التي يقولها المشعوذون والدجالون خفية قاتلهم الله.

وثالثاً : أن يُعتقد أن الرقية لا تؤثر بذاتها بل بفعل الله سبحانه ، وما هي والراقي  إلا سبب.

Pertama, menggunakan Kalam Allâh (al-Qur’ân al-Karîm), Nama-Nama & Sifat-Nya (disamping dengan do’a-do’a dari Rasûlullâh SAW).

Kedua, menggunakan (do’a-do’a) bahasa arab atau bahasa apa saja yang diketahui maknanya, tidak menggunakan lafazh-lafazh yang tak diketahui, mantra yang samar dan jampi-jampi yang diucapkan para dukun dan dajjal secara tersembunyi, yang diperangi oleh Allah SWT. Ruqyah tidak boleh dengan do’a, bacaan, media atau apapun yang mengandung syirik (baca: segala hal yang dilarang syari’at Islam), ruqyah wajib sejalan dengan akidah dan syari’at islam. Rasûlullâh SAW dalam sabdanya yang mulia menegaskan batasan ini, beliau r bersabda:

لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Tidak apa-apa meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim)

Ketiga, diyakini bahwa Ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi atas izin Allâh. Ruqyah dan orang yang membacanya (al-râqiy) hanyalah wasilah, ikhtiar mengupayakan kesembuhan dari Allâh.

Rasûlullâhshallallaahu ‘alayhi wa sallam– bersabda dalam do’a beliau:

لا شِفَاءَ إلاَّ شِفَاؤُكَ

“Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu” (HR. Muttafaq ‘alayh)

Kesepakatan (konsensus) di atas dijelaskan para ulama. Di antara mereka adalah Al-Hafizh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fat-hul Bârî’ (10/195), Imam al-Suyuti dalam Syarh Kitâb al-Tawhîd (1/136), al-Imam al-Hafizh al-Nawawi dalam Syarh al-Nawawiy (14/168), Imam al-Zarqaniy dalam Syarh al-Zarqaniy dan Imam al-Syawkani dalam Faydh al-Qadiir (1/558).

Tata Cara Meruqyah Istri yang Sedang Hamil

Bagaimana cara meruqyah istri yang sedang hamil? Berdasarkan petunjuk praktik ruqyah syar’iyyah yang dicontohkan Rasulullah -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- secara umum bisa kita lakukan ketika meruqyah istri yang sedang hamil dengan ruqyah syar’iyyah, sang suami bisa melakukan hal-hal berikut:

Pertama, suami duduk di hadapan istri, lalu bacakan do’a-do’a ruqyah syar’iyyah –do’a-do’anya bisa  didownload lengkapnya dalam link di atas-.

Kedua, usap perut istri, bacakan do’a-do’a ruqyah dan selingi bacaan dengan meniup perut istri,

Tiupan tersebut, sebagaimana dilakukan Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam-, berdasarkan hadits hadîts dari ‘Aisyah–radhiyallaahu ’anhaa-:

“Bahwa Rasûlullâh –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- ketika hendak tidur, beliau meniupkan ke kedua tangannya sambil membaca dua surat perlindungan (surat al-Nâs dan al-Falaq), lalu beliau mengusapkan ke badannya.” (HR. al-Bukhârî no. 5844)

Imam Ibn Manzhur (penyusun Lisaan al-‘Arab) pun menjelaskan ketika mendefinisikan ruqyah:

والرقية: العوذة، معروفة، والجمع رقى. وتقول: استرقيته فرقاني رقية، فهو راق … يقال: رقى الراقي رقية ورقيا إذا عوذ ونفث في عوذته

“Ruqyah: do’a perlindungan, jamaknya ruqaa. Kita katakan: Aku meminta ruqyahnya dan ia meruqyahku ia disebut raqi”…. dikatakan: peruqyah meruqyah dengan suatu jampi jika ia meminta perlindungan dan menghembuskan nafas dalam do’anya.”[2]

Ketiga, dianjurkan bacakan pula do’a-do’a ruqyah pada air dihadapan istri lalu selama pembacaan sesekali tiupkan pada air (mengandung sedikit hembusan nafas), lalu minumkan air tersebut pada istri, boleh pula diusapkan air tersebut pada perut istri. Berdasarkan dalil: “Ketika Rasûlullâh SAW sedang shalat, beliau digigit Kalajengking. Setelah beliau selesai shalat, beliau bersabda, ‘Semoga Allâh  melaknat Kalajengking yang tidak membiarkan orang yang sedang shalat atau yang lainnya.’ Lalu beliau mengambil satu wadah air dan garam. Kemudian beliau usap bagian anggota badan yang digigit Kalajengking, seraya membaca surat al-Kâfirûn, al-Falaq dan al-Nâs.” (HR. Thabrani dari ‘Ali)[3]

Sebagian Do’a Ruqyah & Do’a Memohon Istri dan Keturunan yang Shalih

Berikut ini sebagian do’anya:

Do’a memperlindungkan istri dan janin dari segala keburukan:

بسم الله
(Tiga kali)

أُعِيْذُكُمَا بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
(Tujuh kali)

Do’a perlindungan lainnya:

أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Do’a spesifik ruqyah:

بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكِ وَاللهُ يَشْفِيْكِ

Do’a memohon anak yang shalih/ah, do’a dalam QS. al-Furqaan: 74:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Hati-Hati dengan Khurafat Seputar Kehamilan dan Ibu Hamil

Di antara khurafat yang tersebar di tengah-tengah masyarakat yang pernah saya dan istri temukan adalah ibu hamil yang dijaga dengan jimat-jimat syirik berupa benda tajam, bawang, tanaman yang diistilahkan panglay, dan lain sebagainya. Mengapa mengandung kesyirikan? Karena benda-benda tersebut diyakini bisa melindungi dari gangguan gaib (jin, -), sebagaimana jawaban yang kami peroleh dari dari mereka (sebagiannya).

Benda-benda tajam pun secara fisik jelas berbahaya disimpan di dekat ibu hamil atau ibu yang baru melahirkan.

Benda-benda tersebut jika ditunggangi keyakinan khurafat, syirik, termasuk ke dalam hadits yang mulia berikut ini:

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya ruqyah-ruqyah, jimat-jimat dan guna-guna itu syirik.” (HR. Muslim no. 4079)

Wallaahu a’lam bish-shawaab.

Selesai ditulis 14 Rajab 1435 H

Maktab Kulliyyatusy-Syarii’ah wad-Diraasaat al-Islaamiyyah – Jaami’atur-Raayah

Irfan Abu Naveed

Catatan Kaki:

[1] Lihat: Syaikh Muhammad Yusuf al-Jurani. Mukhtashar al-Ruqyah al-Syar’iyyah min al-Kitaab wa al-Sunnah al-Nabawiyyah.

[2] Lihat: Imam Ibn Manzhur. Lisaan al-‘Arab (14/332).

[3] Imam al-Haitsami menyatakan: “Sanad hadîts ini hasan (baik)”. Lihat: Majma’ az-Zawaa’id (5/ 111).