Catatan Perjalanan: Dari Surat Palsu, Sihir, Perdukunan Hingga Masalah Demokrasi

book

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد

Seharian ini, saya melakukan perjalanan pulang pergi Sukabumi – Jakarta untuk menunaikan tugas dari yayasan yang menaungi tempat saya bekerja, diutus untuk mengurusi dan mengkonfirmasi suatu permasalahan ke sebuah lembaga. Saya bersama seorang supir dan ustadz orang Arab Saudi yang berprofesi sebagai mu’allim di tempat saya bekerja.

Pelajaran-Pelajaran Penting yang Bisa Dipetik:

Pertama, Perjalanan yang melelahkan karena jarak yang jauh dan kemacetan yang panjang. Kemacetan tersebut disebabkan oleh permasalahan jalan (rusak, kurang lebar) ditambah semrawutnya tata kota, secara sistemik hal ini berkaitan dengan politik dalam negeri dalam sistem demokrasi yang berbeda dengan politik Islam yang mengatur detail masalah ini. 

Islam telah menggariskan paradigma politik yang agung yang berbeda dengan paradigma politik Demokrasi, dimana para ulama mendefinisikan al-siyaasah al-syar’iyyah:

رعاية شؤون الأمة بالداخل والخارج وفق الشريعة الاسلامية

“Pemeliharaan terhadap urusan umat dalam dan luar negeri berdasarkan syari’at islam.” (Lihat: Mu’jamu Lughatil Fuqahâ’ (I/253), Syaikh Prof. Muhammad Rawwas Qal’ahji)

Islam telah menegaskan kedudukan imam (khalîfah) sebagai râ’in (penggembala) yang bertanggungjawab atas ra’iyyah (gembala)-nya. Termasuk menjaga masyarakat dari berbagai kemungkaran. Rasulullah SAW bersabda:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhârî, Muslim & Lainnya)

Politik Islam Berbeda dengan Demokrasi 

Inilah Jawaban-Jawaban Kami atas Berbagai Dalih Pembenaran Atas Demokrasi (Kumpulan Makalah Ilmiyyah)

Kedua, Saya memperoleh informasi valid tentang surat palsu ber’alamat’ palsu yang datang kepada saya beberapa waktu lalu mengatasnamakan lembaga. Inilah potret buram hidup dalam naungan sistem demokrasi.

Al-Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammad al-‘Umar menuturkan:

أرى من الواجب عليَّ وعلى كل عالم وكاتب إسلامي يؤمن بما أوجب الله سبحانه عليه من الدعوة إليه سبحانه وتعالى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر والسعي لإنقاذ الإنسانية عامة والأمة الإسلامية خاصة من أسباب الهلاك والشقاء.. أرى من الواجب المحتم: أن نبين للناس جميعًا حكامًا ومحكومين خطرًا عظيمًا يتهددهم بهلاك عقدي وأخلاقي واجتماعي واقتصادي وصحي.. يتهددهم بشقاء محتوم لكل من وقع في شراكه وسار في ركاب الواقعين فيه.. هذا الخطر العظيم هو ما يسمى بـ: الديمقراطية

“Saya memandang di antara kewajiban bagiku, bagi seluruh orang berilmu dan jurnalis muslim yang beriman terhadap apa yang diwajibkan Allah SWT kepadanya yakni berdakwah menyeru kepada-Nya, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan berupaya keras menyelamatkan umat manusia dan khususnya umat Islam dari berbagai hal yang membinasakan dan menimbulkan kesengsaraan.. Saya memandang diantara kewajiban yang tegas: wajib bagi kita menjelaskan kepada masyarakat, penguasa dan rakyatnya bahaya besar yang mengancam mereka dengan kehancuran akidah, akhlak, pergaulan sosial, perekonomian dan dunia kesehatan… serta mengancam mereka dengan kesengsaraan yang pasti bagi orang yang bersekutu di dalamnya dan berjalan di atas jalan kaum pragmatis.. Inilah bahaya besar yang dinamakan DEMOKRASI.” (Lihat: Haadzihi Hiya Al-Diimuqraathiyyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hammaad al-‘Umar – Dar al-Hulayyah: Riyadh – Cet. I: 1424 H)

Ketiga, Perjalanan yang melelahkan, dihibur dengan diskusi bernilai dengan seorang mu’allim, setidaknya ada sharing ilmu di antara kami, dan saya memiliki banyak kesempatan untuk menyampaikan pemikiran islam. Tantangannya adalah ia banyak berbicara dengan bahasa arab non resmi, tapi positifnya dalam hal ini yakni membantu saya untuk lebih membiasakan diri memahami perkataan orang-orang Arab yang bertutur kata tak dengan bahasa arab resmi (fushhah). Bukankah hal ini kian membuktikan pentingnya mempelajari bahasa arab yaa ikhwah? Dengan kemampuan tersebut, antum mampu berkomunikasi dan mengakses ilmu (khazanah keilmuan) para ulama dan dunia internasional yang berbahasa arab. Bahasa itu sendiri adalah media komunikasi, tanpanya kita takkan bisa berkomunikasi. Dan dakwah erat kaitannya dengan komunikasi. Bahasa arab adalah bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah, bahasa ahlul jannah, dan bahasa resmi dawlatul khilaafah, lantas mengapa masih loyo untuk memperdalam bahasa arab??

‘Umar bin al-Khaththab r.a. menuturkan:

اَحْرِصُوْا عَلى تَعَلُّمِ اللُّغَةِ العَرَبِيَّةِ فَإِنَّهُ جُزْءٌ مِنْ دِيْنِكُمْ

“Perhatikanlah pembelajaran bahasa arab (belajar mengajar) karena hal itu merupakan bagian dari agamamu.”

Nasihat Al-Qur’an, Al-Sunnah, Atsar & Ulama (Taqiyuddin An-Nabhani, dll): Pelajarilah Bahasa Arab

Diskusi berfaidah kami berkisar pada hal-hal:

    • SIHIR, PERDUKUNAN dan fakta-faktanya di Indonesia dalam naungan sistem BATIL DEMOKRASI, termasuk RUQYAH SYAR’IYYAH (ustadz ini banyak bertanya dan mau mengikuti sesi ruqyah syar’iyyah yang akan saya lakukan kepada seseorang yang diduga ’sakit’, ini jadi wasilah dakwah bi fadhlillaahi ta’aalaa)

    • DEMOKRASI dari sudut pandang AL-ISLAM, saya sampaikan pernyataan Asy-Syaikh Al-’Alim ’Abdul Qadim Zallum tentang pertentangan ISLAM dan DEMOKRASI.

    • Tentang POLITIK (as-siyaasah) dalam pandangan AL-ISLAM.

Semua diskusi tersebut, jauh sekali jika saya bandingkan dengan diskusi tidak syar’i yang saya temukan di dunia maya, di antaranya adalah kata-kata yang tak pantas diucapkan seorang muslim dari sudut pandang syari’at, yakni beragam macam dalih pembenaran atas demokrasi di dunia maya dengan keberanian sebagian oknum untuk berfatwa tanpa ilmu dan menukil dalil serampangan. Semoga Allah mengampuni segala dosa kita dan membimbing kita istiqamah di jalan yang lurus.

اللّهم اغفرلنا

Akhuukum fillaah

Irfan Abu Naveed

E-mail: irfanabunaveed@ymail.com