Adab-Adab Ruqyah Syar’iyyah

الحمدلله والصلاة والسلام على سيد المرسلين، أما بعد

Ruqyah syar’iyyah merupakan hal yang disyari’atkan dalam islam (masyruu’). Sudah barangtentu Islam menggariskan adab-adabnya, agar kesembuhan bisa diupayakan dengan optimal. Berikut ini beberapa poin penting di antaranya:

Pertama, meyakini bahwa tidak ada kesembuhan kecuali dari Allâh SWT, dan ruqyah hanyalah salah satu wasîlah kesembuhan yang dapat diusahakan seorang hamba (sabab syar’i).

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS. al-Syu’arâ’ [26]: 80)

Rasûlullâh SAW mengatakan dalam do’a beliau:

لا شِفَاءَ إلاَّ شِفَاؤُكَ

 “Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu” (HR. Muttafaq ‘alayh)

Kesembuhan termasuk rizki dari Allah SWT, dan para ulama sudah menjelaskan masalah ini dalam kitab-kitab mereka didasarkan pada dalil al-Qur’an dan al-Sunnah.

Kedua, Ikhlas menghadapkan diri kepada Allâh SWT dan ikhlas mengharapkan ridha’ Allâh ketika membaca do’a-do’a ruqyah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَ‌ٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allâh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)[1]

فَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَـٰهًا آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ

Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allâh, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di’adzab” (QS. al-Syu’arâ’: 213)

Karena ayat al-Qur’an merupakan do’a utama dalam ruqyah, maka relevan jika penulis kutip pernyataan Al-Hafizh al-Imam al-Nawawi yang mengungkapkan:

أول ذلك أنَّهُ يجب على القارئ الإخلاص كما قدمناه، ومراعاة الأدب مع القرآن، وينبغي أن يستحضر في ذهنه أنه يناجي الله عز وجل ويقرأ على حال من يرى الله تعالى

“Yang pertama dalam hal ini (في آداب قراءة القرآن), diwajibkan atas pembaca al-Qur’ân membaca al-Qur’ân dengan ikhlas sebagaimana yang telah saya kemukakan dan menjaga adab terhadap Al-Qur’ân. Dan sudah semestinya ia menghadirkan hatinya karena ia sedang bermunajat kepada Allâh SWT dan membaca Al-Qur’ân seperti keadaan orang yang (seakan-akan) melihat Allâh SWT (jika tidak, maka sesungguhnya Allâh SWT melihatnya–pen.).”[2]

Ketiga, tawakal kepada Allah SWT disertai pengharapan (raja’) pada-Nya:

قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allâh untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allâh orang-orang yang beriman harus bertawakal. (QS. al-Tawbah [9]: 51)

اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

(Dia-lah) Allâh tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allâh saja.” (QS. al-Taghâbun [64]: 13)

Dalil-dalil al-Qur’ân[3] dan al-Sunnah mengandung qarînah yang tegas berupa pujian Allâh kepada orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Maka, jelas pasti kewajibannya dan kafir bagi orang yang mengingkari kewajiban tawakal pada Allâh dan berdosa bagi orang yang meninggalkannya.

Keempat, Ruqyah tidak boleh dengan do’a, bacaan, media atau apapun yang mengandung syirik (baca: segala hal yang dilarang syari’at Islam), ruqyah wajib sejalan dengan akidah dan syari’at islam. Rasûlullâh SAW dalam sabdanya yang mulia menegaskan batasan ini, beliau SAW bersabda:

لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Tidak apa-apa meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim)

Kelima, Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan ruqyah (merupakan do’a). Khususnya ayat-ayat al-Qur’ân, diantaranya dengan jalan memahami tafsirnya[4] dan memahami keistimewaan-keistimewaannya. Termasuk bagi orang yang diruqyah sebagaimana firman Allah SWT:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’ân, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’râf [7]: 204)

Menafsirkan ayat ini, Imam Abu Ja’far al-Thabariy menuturkan:

يقول تعالى ذكره للمؤمنين به، المصدقين بكتابه، الذين القرآنُ لهم هدى ورحمة:(إذا قرئ)، عليكم، أيها المؤمنون، (القرآن فاستمعوا له)، يقول: أصغوا له سمعكم، لتتفهموا آياته، وتعتبروا بمواعظه (وأنصتوا) إليه لتعقلوه وتتدبروه … (لعلكم ترحمون)، يقول: ليرحمكم ربكم باتعاظكم بمواعظه، واعتباركم بعبره، واستعمالكم ما بينه لكم ربكم من فرائضه في آياته.

“Allah SWT berfirman untuk memperingatkan orang-orang beriman, yakni orang-orang yang membenarkan kitab-Nya, yakni al-Qur’an yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi mereka: (jika dibacakan (al-Qur’an)) terhadap kalian wahai orang-orang yang beriman (maka dengarkanlah) yakni dengarkan dengan pendengaran kalian agar memahami ayat-ayat-Nya dan mengambil pelajaran dari petunjuk-petunjuk-Nya, (dan perhatikanlah) untuk memikirkan dan mentadaburinya (agar kalian mendapat rahmat) agar Allah merahmati kalian dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya, mempelajari ajaran-ajaran-Nya, dan menjalankan berbagai kewajiban yang dijelaskan-Nya terhadap kalian dalam ayat-ayat-Nya.”[5]

Imam al-Alusiy menafsirkan frase (لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ):

أي لكي تفوزوا بالرحمة التي هي أقصى ثمراته

“Yakni agar kalian meraih kemenangan dengan adanya rahmat Allah yang merupakan anugerah-Nya yang luhur.”[6]

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allâh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allâh hati menjadi tenteram.” (QS. al-Ra’d [13]: 28)

Al-Hafizh al-Imam al-Qurthubi mengatakan dalam kitab tafsirnya { وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ الله }:

أي تسكن وتستأنس بتوحيد الله فتطمئن؛ قال : أي وهم تطمئن قلوبهم على الدوام بذكر الله بألسنتهم؛ قاله قَتَادة . وقال مجاهد وقَتَادة وغيرهما : بالقرآن

“Yakni menjadi tenang dan lembut dengan mentauhidkan Allah yang membuahkan ketentraman. Qatadah mengatakan: yakni qalbu mereka senantiasa tenang dengan berzikir kepada Allah dengan lisan-lisan mereka. Mujahid dan Qatadah pun mengatakan: yakni dengan al-Qur’an.”[7]

والله أعلم بالصواب


[1] Lihat pula QS. Yunus [10]: 105

[2] Lihat: al-Tibyân fî âdabi Hamalatil Qur’ân, al-Imam al-Nawawi

[3] Lihat pula QS. Âli ’Imrân [3]: 173, QS. al-Furqân [25]: 58, QS. al-Tawbah [9]: 129, QS. al-Thalâq [65]: 3, QS. Hûd [11]: 123, QS. al-Anfâl [8]: 49.

[4] Bisa dilihat dalam kitab-kitab tafsir para ulama.

[5] Lihat: Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil al-Qur’aan, Imam Abu Ja’far al-Thabariy – al-Maktabah al-Syaamilah.

[6] Lihat: Ruuh al-Ma’aaniy fii Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim wa al-Sab’u al-Matsaaniy, Syihabuddin Mahmud ibn ‘Abdullah al-Husayniy al-Alusiy – al-Maktabah al-Syamilah.

[7] Lihat: al-Jaami’ li Ahkaam al-Qur’aan, Imam al-Qurthubi.

3 comments on “Adab-Adab Ruqyah Syar’iyyah

  1. […] Arsip-Arsip Kajian Lainnya: Adab-Adab Ruqyah Syar’iyyah […]

    Suka

  2. Ojon berkata:

    insyaAllah bermanfaat, saya donload file2nya tadz

    Suka

Tinggalkan komentar