Praktik Sesaji, Sembelihan untuk Jin yang Subur di Alam Demokrasi (Kajian Akidah & Hukum)

Tanya Jawab – Kajian Akidah & Hukum

لعن الله من ذبح

Link Praktik Kemungkaran yang Terekam dalam Video -Youtube- Sebelum Pilpres Tahun 2009

Pertanyaan

“Bagaimana hukum sesaji, binatang sembelihan untuk jin? Karena di beberapa daerah, dikenal tradisi ini di tengah-tengah masyarakat.”

Jawaban

Di zaman ini, kita temukan fakta-fakta mengerikan seputar ritual-ritual syirik meminta jabatan pada jin-jin (baca: syaithan golongan jin) ditambah dengan sesaji berupa makanan, dan yang semisalnya. Ritual mungkar semacam ini, biasanya ditemukan marak menjelang ritual rutin “Pesta Demokrasi” yang jelas-jelas mubadzdzir.

Hukumnya jelas, Islam telah mengharamkan sesaji diantaranya berupa sembelihan binatang untuk jin (baca: syaithan golongan jin) seperti ini, wal ‘iyaadzu billaah.

Rasûlullâh –shallallaahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ

“Laknat Allâh atas orang yang menyembelih untuk selain-Nya” (HR. Muslim)

Dalam ilmu ushul al-fiqh, hadits ini jelas mengandung indikasi tegas (qariinah jaazimah) -tentang pembahasan ini, bisa dirujuk dalam kitab ushul fikih Taysiir al-Wushuul ilaa al-Ushuul buah tangan al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha’ bin Khalil (Amir HT)- mengharamkan perbuatan berkurban menyembelih binatang untuk selain-Nya dengan adanya lafazh la’ana yang dimaknai para ‘ulama sebagai berikut:

اللعن في اللغة: هو الإبعاد والطرد من الخير و قيل الطرد والإبعاد من الله ومن الخلق السب والشتم. و أما اللعن في الشرع: هو الطرد والإبعاد من رحمة الله وهو جزء من جزئيات المعنى اللغوي فمن لعنه الله فقد طرده وأبعده عن رحمته واستحق العذاب. و الأعمال التي لعن مقترفها هي من كبائر الذنو.

“Lafazh al-la’n secara bahasa yakni jauh dan terhempas dari kebaikan, dikatakan pula yakni terjauhkan dari rahmat Allah dan dari makhluk-Nya secara terhina dan terkutuk. Adapun makna laknat (al-la’n) secara syar’i adalah terhempas dan terjauhkan dari rahmat Allah dan makna ini merupakan bagian dari maknanya secara bahasa pula, maka barangsiapa yang dilaknat Allah, maka Allah telah menghempaskan dan menjauhkannya dari rahmat-Nya dan layak mendapatkan adzab-Nya. Dan perbuatan-perbuatan yang terlaknat itu merupakan dosa besar.” (Lihat: al-Mal’uunuun fii al-Sunnah al-Shahiihah, Doktor Fayshal al-Jawabirah)

Imam ar-Raghib al-Ashfahani menjelaskan:

معنى اللعن : الطرد والإبعاد على سبيل السخط، وذلك من الله — في الآخرة عقوبة، وفي الدنيا انقطاع من قبول رحمته وتوفيقه

“Makna laknat (al-la’n) adalah terhempas dan terjauhkan masuk ke jalan kemurkaan, yakni terhempas dan terjauhkan dari Allah SWT, di akhirat mendapat siksa, dan di dunia ia terputus dari rahmat dan taufik-Nya.” (lihat: Mufradaat Alfaazh al-Qur’aan al-Kariim)

Para ulama pun men-syarh hadits ini. Al-Hafizh an-Nawawi –rahimahullaah- menuturkan:

و أما الذبح لغير الله فالمراد به أن يذبح باسم غير الله تعالى كمن ذبح للصنم أو الصليب أو لموسى أو لعيسى صلى الله عليهما أو للكعبة ونحو ذلك، فكل هذا حرام ، ولا تحل هذه الذبيحة ، سواء كان الذابح مسلما أو نصرانيا أو يهوديا ، نص عليه الشافعي، واتفق عليه أصحابنا ، فإن قصد مع ذلك تعظيم المذبوح له غير الله تعالى والعبادة له كان ذلك كفرا، فإن كان الذابح مسلما قبل ذلك صار بالذبح مرتدا، وذكر الشيخ إبراهيم المروزي من أصحابنا : أن ما يذبح عند استقبال السلطان تقربا إليه أفتى أهل بخارة بتحريمه ؛ لأنه مما أهل به لغير الله تعالى ، قال الرافعي : هذا إنما يذبحونه استبشارا بقدومه فهو كذبح العقيقة لولادة المولود ، ومثل هذا لا يوجب التحريم ، والله أعلم

“Adapun perbuatan berkurban untuk selain Allah yakni menyembelih binatang atas nama selain Allah seperti berhala, simbol salib, Nabi Musa, Nabi ‘Isa, atau Ka’bah, dan yang semisalnya, semua itu hukumnya haram, tidak halal binatang sembelihan ini, sama saja siapapun yang menyembelihnya apakah ia seorang muslim, nasrani atau yahudi, ini merupakan pendapat Imam Syafi’i dan para sahabat kami pun menyepakatinya. Jika perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai pengagungan dan bentuk peribadahan terhadap selain Allah SWT, maka termasuk kekufuran, jika sebelumnya si pelaku adalah seorang muslim setelah itu ia menjadi murtad. Syaikh Ibrahim al-Maruziy dari golongan sahabat kami mengatakan: “Bahwa apa yang dilakukan seseorang dengan menyembelih binatang untuk menyambut penguasa, sebagai bentuk mendekatkan diri kepadanya, para ulama bukhara menfatwakan keharamannya; karena binatang sembelihan tersebut ditujukan untuk selain Allah SWT.” Imam al-Rafi’iy mengatakan: “Tentang masalah ini, sebenarnya mereka menyembelih binatang sebagai bentuk kegembiraan menyambut kedatangan sang penguasa, kasus ini seperti ‘aqiqah atas kelahiran seorang anak, dan hal ini tidaklah haram, wallaahu a’lam.” (Lihat: Syarh Shahiih Muslim, Imam al-Nawawi)

Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al-Husayniy mengatakan:

أما الكفر بالفعل فالكالسجود للصنم والشمس و القمر، و إلقاء المصحف في القاذورات والسحر الذي فيه عبادة الشمس، وكذا الذبح للأصنام

“Adapun kekufuran dalam bentuk perbuatan, misalnya bersujud kepada berhala; matahari atau bulan; melemparkan mushaf ke dalam kotoran-kotoran; praktik sihir yang mengandung peribadahan kepada matahari, demikian pula berkurban untuk berhala….” (Lihat: Kifaayatul Akhyaar fii Halli Ghaayatil Ikhtishaar, Imam Taqiyuddin bin Abi Bakr bin Muhammad al-Husayni)

Imam al-Syawkani memaparkan: “Adapun pengharaman berkurban untuk selain Allah, ditetapkan berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Laknat Allâh atas orang yang menyembelih untuk selain-Nya” dalam hadits riwayat muslim dan selainnya. Dan berdasarkan firman-Nya: “(Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu)… binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” Dan konon kaum jahiliyyah mendekatkan diri kepada berhala-berhala dan bintang-bintang dengan berkurban menyembelih binatang untuknya. Adakalanya mereka menyebut nama-nama berhala atau bintang tersebut ketika menyembelih binatang atau berkurban binatang untuk patung-patung tertentu…. dan kasus ini salah satu bentuk kesyirikan.” (Lihat: Syarh ad-Durar al-Bahiyyah, Imam al-Syawkani)

Dalam hadits yang mulia Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam– pun menuturkan tentang pemuda yang masuk neraka karena sesaji seekor lalat untuk berhala dan ini merupakan peringatan penting bagi kita.

دَخَلَ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فِي دُبَابٍ وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِي ذُبَابٍ. قَالُوْا وَكَيْفَ ذلِكَ يَا رَسُولُ الله — قَالَ مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لاَ يَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبُ لَهُ شَيْئًا فَقَالُوْا لِأَحَدِهِمْ قَرِّبْ قَالَ لَيْسَ عِنْدِي شَيْئٌ أَقَرِّبُ قَالُوْا لَهُ قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا فَقَرَّبَ ذُبَابًا فَخَلَّوْا سَبِيْلَهُ فَدَخَلَ النَّارَ. وَقَالُوْا لِلْأَخَرِ قَرِّبْ قَالَ مَا كُنْتُ لِأُقَرِّبَ لِأَحَدٍ شَيْئً دُوْنَ اللهِ — فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ

“Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat juga.” Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasûlullâh?’ Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut, “Persembahkanlah korban untuknya.” Dia menjawab, “Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan untuknya.” Mereka pun berkata kepadanya lagi, “Persembahkan meskipun seekor lalat.” Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata kepada yang lain, “Persembahkan korban untuknya.” Dia menjawab, “Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allâh ‘Azza wa Jalla.” Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga.” (HR. Ahmad)

Syaikh Ihsan bin Dahlan berfatwa tentang sesaji dengan minyak wangi:

ومن الأول أيضا ماعمَّ به الابتلاءُ من تزيين الشيطان للعامة تخليطَ حائط أي بأن يَخلِقوْه بالخلوق وهو نوع من الطيب أو تخليق عَمود وتعظيمُ نحو عين أو حجر أو شجرة لرجاء شفاء أو قضاء حاجة وقبائحهم في هذا ظاهرة غنية عن الإيضاح والبيان

“Termasuk bagian bid’ah yang pertama: adalah tipuan syaithân terhadap orang awam, yaitu meminyaki pagar, tiang rumah dengan wangi-wangian atau mengagungkan mata air, pohon atau batu dengan mengharap kesembuhan dan terlaksananya hajat-hajat tertentu. Keburukan-keburukan tersebut sangat jelas dan tak perlu diperjelas lagi.” (Lihat: Siraaj al-Thâlibîn, juz. 1, hlm. 110)

Dan betapa buruknya keadaan orang-orang kafir arab jahiliyyah yang menyembelih untuk sesembahan thâghût mereka. Diriwayatkan Imam al-Bukhârî dari al-Zuhriy berkata, aku mendengar Sa’id bin al-Musayyab berkata: “al-Bahirah adalah unta yang tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil air susunya oleh seorang pun dipersembahkan untuk berhala, sedang al-Sa’ibah (jamaknya al-Sawa’ib) adalah unta yang tidak hamil lagi yang mereka persembahkan untuk tuhan-tuhan mereka (patung).” Sa’id bin al-Musayyab berkata bahwa Abu Hurairah menuturkan: “

Rasulullah –shallallaahu ‘alayhi wa sallam– bersabda:

رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرِ بْنِ لُحَيٍّ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ

“Aku melihat ‘Amru bin Luhay al-Khuza’iy menarik punggungnya ke neraka dan dia adalah orang pertama mempersembahkan al-Sawa’ib (saibah).” (HR. al-Bukhârî)

Al-Hafizh al-Imam al-Dzahabi pun menggolongkan perbuatan ini ke dalam dosa besar dalam kitabnya –al-Kabaair-. Beliau berkata:

مثل من يقول: بسم الشيطان أو الصنم أو باسم الشيخ فلان، قال الله –: ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه…. وقال الكلبي: ما لم يذكر اسم الله عليه أو يذبح لغير الله — وقال عطاء: ينهى عن ذبائح كانت تذبحها قريش والعرب على الأوثان

“Misalnya orang mengatakan: (berkurban) dengan nama syaithan atau berhala atau nama syaikh fulan. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kalian memakan binatang yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah”….. Imam al-Kalbiy mengatakan: “Yaitu binatang yang disembelih tanpa disebut nama Allah atau yang disembelih untuk selain-Nya.” Imam Atha’ berkata: “Allah melarang memakan sembelihan-sembelihan yang disembelih oleh orang-orang Quraysi dan Arab untuk berhala-berhala.”

Yahya bin Yahya pernah berkata: “Wahab pernah berkata kepada saya, beberapa orang pejabat mengambil simpulan adanya mata air dan bermaksud mengalirkannya. Untuk itu, mereka menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada jin agar jin-jin itu tidak menyumbat aliran air tersebut. Lalu dia memberikan makan kepada beberapa orang dengan sembelihan itu.” Selanjutnya berita ini terdengar oleh Ibnu Syihab al-Zuhri, sehingga beliau berkata: “Sesungguhnya mereka telah menyembelih apa yang tak dihalalkan bagi mereka. Rasûlullâh sendiri telah melarang memakan sembelihan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada jin.” (Lihat: Ahkâm al-Marjân (hlm. 78))

Syaikh Dr. Al-Asyqar dalam kitab ‘Alam al-Jin wa al-Syayâthîn menuturkan: “Beberapa orang mencoba berdamai dengan jin yang merasuki tubuh manusia dengan melakukan penyembelihan untuknya. Ini termasuk perbuatan syirik yang diharamkan oleh Allâh dan Rasul-Nya.”

Wal ‘iyaadzu billaah. Semoga Allah menjauhkan kita dari ritual-ritual batil semacam ini. []

1 comments on “Praktik Sesaji, Sembelihan untuk Jin yang Subur di Alam Demokrasi (Kajian Akidah & Hukum)

  1. […] Praktik Sesaji, Sembelihan untuk Jin yang Subur di Alam Demokrasi (Kajian Akidah & Hukum) […]

    Suka

Tinggalkan komentar